tag:blogger.com,1999:blog-59786127636906300062024-03-05T22:37:40.853-08:00IREAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.comBlogger24125tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-46098842399467736342015-01-21T11:46:00.001-08:002015-01-21T12:49:00.306-08:00JERUK NIPIS DAN SENYUM SEJUTA HARAPAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj89xObY-5e36pOFYJR2gadc2VzSXGHmhgLo6BJpL1TasR0Mx3UfRZ4RzmIAs5qf3RHz_KrYUZjhcAVt2H0pVGN8YetvJRo-9hhp3MmOMCEOsQCDmpsZw6TmE-e1cycOmppLZVQP6GXPC4/s1600/IMG-20150113-WA0008.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj89xObY-5e36pOFYJR2gadc2VzSXGHmhgLo6BJpL1TasR0Mx3UfRZ4RzmIAs5qf3RHz_KrYUZjhcAVt2H0pVGN8YetvJRo-9hhp3MmOMCEOsQCDmpsZw6TmE-e1cycOmppLZVQP6GXPC4/s1600/IMG-20150113-WA0008.jpg" height="426" width="640" /></a></span></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Fotografer by Adjie. (Dari Kanan): Kak Agus, Kak Christa, Miss Shanti, Dik Anggun, Kak Agnes, Ari Lasso, </span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><span style="font-size: 12.0pt;"><b><br /></b></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><span style="font-size: 12.0pt;"><b>Iseng-Iseng</b><o:p></o:p></span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kelas Inspirasi ~ Saya
sendiri tidak tahu harus memulai dari mana? Jujur, mendaftar sebagai relawan
kelas Inspirasi saat itu, tidak lebih dan tidak kurang bertema “iseng” semata. Bukan
karena “meremehkan” tetapi karena memang sebagian besar langkah saya selalu
berawal dari “iseng-iseng” kecuali menjadi pendidik. Singkat cerita, beberapa
minggu kemudian, ketika membuka notifikasi Facebook, saya di”tag” oleh
seseorang “Selamat bang Cun satu TIM dengan kita di SDN 2 Guntur Macan”. Lalu saya
bertanya pada diri sendiri “trus kita mau ngapain neh?” (ntar kalo nanya di FB,
takutnya diketawain bro,,, jaga imej..hihihi). </span></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Yang pertama kali saya bayangkan
adalah mengajar anak SD. Bagi seorang pengajar sebuah perguruan tinggi swasta
di Mataram, saya hanya membayangkan
kondisi ruangan 10x10 meter persegi yang diisi bocah-bocah merah putih. Lalu pikiran
saya pindah pada memori “episode sekolah” bernama SD (maklum saat itu gak ada
TK). Apa yang paling saya ingat? Ketika guru menyuruh menggambar, maka hasil
gambarnya selalu kompak. Ada jalan berliku, kiri-kanan sawah dan laut, diujung jalan ada gunung kembar dengan setengah
matahari mengintip diantaranya. “seram” betapa “kasihan” nya saya saat itu. Apalagi
kalau disuruh mengarang, semuanya pun kompak mengambil satu tema “BERTAMASYA”,
kalau tidak ke rumah nenek, yaaa paling “banter” ke rumah Paman atau Bibi
(seram banget kan dunia SD?). “Ngapain dipikirin,
go with flow” itulah “jampi” yang selalu saya gunakan untuk membunuh ketakutan. </span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Satu jam menghayal, gak mau pusing, segera saja buka laptop, nanya <i>Mbah Google</i> dan Tante <i>Youtube</i> tentang Kelas Inspirasi. Tidak butuh
waktu lama, saya pun faham bahwa menjadi relawan di kelas Inspirasi adalah pekerjaan
tanpa bayaran (namanya juga relawan!) untuk memberikan sesuatu yang berharga (“bukan
uang lho! coklat dan permen boleh” kata salah satu panitia) bagi masa depan
anak-anak sesuai dengan profesi kita sebagai relawan. Pengacara (di kampung
saya disebut <i>Lawyer</i>) masuk kelas pake
toga bawa palu, Penyiar (di kampung
sebelah disebut <i>Announcer</i>) masuk kelas
<i>ala</i> penyiar (yang jelas gak mungkin
bawa pemancar radio), yang dokter pake jas putih ala dokter beneran (tapi emang
dokter beneran kok!). “Laaaah…… saya ini dosen harus bagaimana?” akhirnya “sim
salabim….!” Jadilah saya “Sainstist” abal-abal mewakili om Newton, om Galileo
dan om-om lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu (kayak sambutan
resepsi pernikahan jadinya neh!! wkwkwkwk). </span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhObUTsj3MUnMp-4hF-H1ctTrGathZiGHKow7-rNBDwnomZZVK4lGEMlKjP8kBzXJD2DpFt9qwRr7mhhXn2C6FjdJakN4knHfJALPr2vhbd0sWwMgXJcd-uUw8D-AwzQCoI161Il2f6_b4/s1600/IMG-20150110-WA0001.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhObUTsj3MUnMp-4hF-H1ctTrGathZiGHKow7-rNBDwnomZZVK4lGEMlKjP8kBzXJD2DpFt9qwRr7mhhXn2C6FjdJakN4knHfJALPr2vhbd0sWwMgXJcd-uUw8D-AwzQCoI161Il2f6_b4/s1600/IMG-20150110-WA0001.jpg" height="435" width="640" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;"><br /></span></span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;"><b>Bertemu
Orang-Orang Gila</b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tepatnya
10 Januari 2015, Briefing relawan kelas Inspirasi di kantor Camat Gunung Sari. Puluhan
relawan dari berbagai daerah di Nusantara berkumpul. Ada yang malu-malu, ada
yang senyam-senyum sendiri, dan lain-lain. Kita semua saling menegur satu sama
lain bak sepasang kekasih yang baru ketemu setelah 10 tahun lamanya berpisah. “Aneh
kan?” padahal belum saling kenal. Tapi ada satu hal unik yang saya tahu pasti. Yaitu
tentang mereka (termasuk saya) memiliki satu kesamaan. Yaitu SAMA-SAMA GILA. “Lho
kok bisa?” kalau mau tau buktinya, coba aja
daftar sebagai Relawan Kelas Inspirasi di mana aja. Dan di sinilah saya mulai
berpikir bahwa saya telah TERSESAT DI JALAN YANG BENAR. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kami pun berkumpul berdasarkan
kesamaan misi. Saya dan 6 relawan lainnya mendapatkan misi bertarung di SDN 2
GUNTUR MACAN (nama tempatnya pun ikutan GILA kan!!!). ke-6 Orang Gila itu
adalah 1) Miss Shanti Maro , seorang Iron Lady (bukan istrinya Iron Man),
Edupreneur dari NTT yang tinggal di Bali, 2) Kak Agnes, seorang pengacara dari Jakarta
yang mirip banget dengan Meriam Belina, 3) Kak Christa Rahma seorang Penyiar
dari Surabaya yang syarat logika, 4) Anggun Wara Wiri seorang GIS Officer PT.ANTAM
yang ngaku-ngaku kelahiran 91 (suka promosi, padahal gak tau bedanya sapi ma
kerbau! wkkwkk), 5) Kak Agus, seorang Geologist dengan senyuman angling darma
dari Lombok, dan 6) Adjie, seorang Suami hebat (bagi istrinya) dan Ayah tangguh
(bagi dua wanita cantik di rumahnya) sekaligus sebagai fasilitator kami. Kami pun
berlima (Anggun belum hadir, Agus Izin) Miss Shanti, kak Agnes, Kak Christa,
dan Mas Adjie memilih Lesehan Dakota untuk berdiskusi dan berkenalan satu sama
lain. Yang paling saya ingat saat itu dari tiap relawan adalah Miss Shanti
mendominasi diskusi (belum mulai ngajar, kita sudah terinspirasi dengan orang
ini. Owalaa), Kak Agnes yang mendominasi makanan di meja (setelah landing di
BIL belum makan katanya), Kak Christa yang udah 5 kali ikut kelas
Inspirasi menjadi satu-satunya tempat
bertanya (gaya ne orang, bentar lagi udah bisa jadi Kepala Sekolah Kelas
Inspirasi). Dan mas Adjie yang senyumnya paling rajin. Terus saya? Nah itu dia….
Saya sedang pusing karena saat itu isi dompet cuma 100 ribu. Di sinilah saya
benar-benar percaya bahwa Keikhlasan dan pengabdian itu dibayar oleh Allah
dengan berlipat ganda. Buktinya, sebelum selesai makan, saya dapat SMS “mas,
uangnya 3 juta sudah saya transfer ke rekeningnya barusan, thanks ya!!”
horeeeee…. itu uang dari mana? … gak perlu tau! Yang penting halal dan bukan
hasil korupsi, wkwkwk.</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIhKcJaxM__qUIcA4S2p_3G7Id2VGe2g6J-U86GI4WiErqm2DWy3agHkE8IZZK5MIRH6HkxRhMZK-eDxBMXaEvChydDPXQNCZi6-uTbuaxtijofMtvKV0qyXT3_IYrgjueOy3tlF2Infw/s1600/IMG-20150111-WA0003.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIhKcJaxM__qUIcA4S2p_3G7Id2VGe2g6J-U86GI4WiErqm2DWy3agHkE8IZZK5MIRH6HkxRhMZK-eDxBMXaEvChydDPXQNCZi6-uTbuaxtijofMtvKV0qyXT3_IYrgjueOy3tlF2Infw/s1600/IMG-20150111-WA0003.jpg" height="412" width="640" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;"><br /></span></span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;"><b>Jeruk
Nipis dan Senyum Sejuta Harapan</b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">2015,
12 Januari, kami bersama fajar mendahului mentari untuk satu janji
menginspirasi anak Negeri. Cuti sehari untuk mengabdi pada Ibu pertiwi. Hujan memeluk
badan menjadi saksi bagi pagi. 6 kilometer menuju desa, 1 kilometer menanjak ke
punggung bukit tempat lahirnya berjuta cita-cita. Alhamdulillah, kehadiran kita
disambut ceria meski upacara bendera tiada. Lalu hati saya bergetar dan berkata,
berikanlah cahaya agar mereka yakin bahwa mereka bisa bercita-cita dan meraih
asa.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Di
sinilah puncak bahagia bagi saya. Saya menjadi manusia yang benar-benar
merdeka. Seketika segalanya tentang problematika dunia yang fana, hilang ketika
memandang wajah-wajah mereka. Pertama kali saya mendapatkan giliran untuk
menginspirasi anak-anak kelas dua. “cari perhatian”, itulah salah satu
kebiasaan anak-anak yang sangat dilema. Melarangnya sama saja dengan membunuh kebutuhan
tertinggi yaitu “ingin dihargai”. Membiarkannya sama juga dengan merampas waktu
belajar bagi anak-anak lainnya. Lalu? Saya hanya berusaha menjadi satu-satunya
manusia yang paling menarik saat itu. Berusaha membuat mereka “penasaran” hingga
mereka lupa siapa nama mereka. Apa yang saya lakukan? Saya mengeluarkan beberapa
jeruk nipis lalu bertanya “siapa yang tahu ini apa?” semuanya teriak “Jeruk”. Saya
sadar bahwa pertanyaan itu tidaklah menarik karena tentunya mereka yang dekat
dengan alam pasti mengenal jeruk. Saya tidak menyerah, lalu saya bertanya lagi “kalian
tahu kalau jeruk ini bisa menyalakan lampu?” semuanya diam, yang jauh mendekat,
yang dekat pun merapat, lalu saya lanjutkan “saya akan kasih tahu caranya jeruk
menyalakan lampu”. Skak mat……!!! Saya menang, mereka diam, saya seperti SLANK yang
mampu menghipnotis jutaan SLANKER. Karena saya tahu, hanya rasa penasaran yang
mampu menumbuhkan cinta dan suka. Saya pun membagi jeruk, uang logam tembaga,
potongan seng dan lampu LED. Saya dan anak-anak bekerja sama merakit dan
menghubungkannya. Lalu saya minta mereka untuk merangkaikannya. Alhasil. Bukan lampu
menyala yang saya lihat. Tapi senyum sejuta harapan yang lebih terang dari
lampu yang menyala di tangan mereka. Apakah ada kebahagiaan yang lebih tinggi
selain membahagiakan orang lain? Tidak ada!
Lalu saya mengajak mereka untuk berteriak
WUSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS!!</span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI1sY8SiuQicdGSk9zv1pszjtp6naMEX3LarVACOqftIF0pbM9TeOvjIQC8xED7Gxtv3L0KEdSJakmjYBJ2QgHc0cSzb8oWgsrPWpB4XGnvgCQ-_JSUL-yEzicinw0NqFEzwYaSNCPjjg/s1600/IMG-20150113-WA0016.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI1sY8SiuQicdGSk9zv1pszjtp6naMEX3LarVACOqftIF0pbM9TeOvjIQC8xED7Gxtv3L0KEdSJakmjYBJ2QgHc0cSzb8oWgsrPWpB4XGnvgCQ-_JSUL-yEzicinw0NqFEzwYaSNCPjjg/s1600/IMG-20150113-WA0016.jpg" height="426" width="640" /></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;"><b>Pesan</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">ada 10 pesan penting kepada anda dari kisah ini yaitu 1) Jadilah relawan kelas Inspirasi, 2) Daftarlah jadi relawan kelas Inspirasi, 3) bergabunglah menjadi relawan kelas Inspirasi, 4) </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jadilah relawan kelas Inspirasi, 5) Daftarlah jadi relawan kelas Inspirasi, 6) bergabunglah menjadi relawan kelas Inspirasi, </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jadilah relawan kelas Inspirasi, 7) Daftarlah jadi relawan kelas Inspirasi, 8) bergabunglah menjadi relawan kelas Inspirasi, </span><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jadilah relawan kelas Inspirasi, 9) Daftarlah jadi relawan kelas Inspirasi, dan 10) jadilah, daftarlah dan bergabunglah menjadi relawan kelas Inspirasi untuk mengabdi pada Negeri. karena jangan hanya bisa bertanya "apa yang negeri ini berikan kepada saya?" tapi cobalah untuk bertanya "Apakah yang saya berikan untuk Negeri ini?"</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 16px;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 16px;">Supermen WUSSSSSSS (volume 0,00001 %)</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: 16px;">tulisan ini saya persembahkan untuk Miss Shanti Maro, Kak Agnes, Kak Christa, Anggun, kak Agus, Mas Adjie serta seluruh Relawan Kelas Inspirasi Lombok, Semoga kita selalu menjadi keluarga Indonesia.</span></span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-89966925149000910622015-01-17T22:47:00.000-08:002015-01-17T22:47:01.825-08:00SURAT CITA-CITA DARI KELAS INSPIRASI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmf7ZqJfmqBk9cghPmVDsn10Somm6mhn5IAdn7Y8I1OHOpcEQ4sWR7Ho-SplSgwWz1BT3jJuKAEe-YsWgand2l76Dk7dGjtRxuW-ctJjJijCtEgx3YBM01gAKOVDMQp4uMH8pFTv45TiI/s1600/IMG-20150113-WA0007.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmf7ZqJfmqBk9cghPmVDsn10Somm6mhn5IAdn7Y8I1OHOpcEQ4sWR7Ho-SplSgwWz1BT3jJuKAEe-YsWgand2l76Dk7dGjtRxuW-ctJjJijCtEgx3YBM01gAKOVDMQp4uMH8pFTv45TiI/s1600/IMG-20150113-WA0007.jpg" height="425" width="640" /></a></div>
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; text-align: justify;">Pendidikan
Indonesia yang sedang men-stapaki dua judul kurikulum (KTSP dan K-13) sedang
berusaha mencari titik temu menuju pendidikan yang mencerdaskan, membebaskan,
mencerahkan, dan menyadarkan. Salah satu target pendidikan yang paling penting
yaitu generasi Indonesia yang berkualitas dan “sukses” dalam “mengendarai”
kehidupannya. Kesuksesan merupakan harapan semua orang dan dijadikan
“primadona” khususnya bagi anak-anak Indonesia. Kesuksesan diraih melalui suatu
harapan yang mencakup tujuan, sasaran atau impian yang hendak diwujudkan
bernama cita-cita. Kenapa cita-cita? Karena saat ini, masih ada sebagian besar
anak-anak di pelosok Indonesia termasuk di NTB seperti “katak dalam tempurung”
yang dibatasi “kegelapan” bercita-cita, bahkan berada dalam “kotak kaca sempit”
yang tak mampu berbuat banyak melihat harapan besar di “atap” awan.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tentang
Cita-Cita<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFyc3tKR3tmrtl-vcWDnaH0TGq5FQURxTATw8iRIa4EOl1jGwDvB3M-1bCVSF-4aBIV2y-aehFsBT1Fth2Jh8qOrks6THokimConOT6VYFeo_lhwxal4JmQLjv0HECeuERS6aj2kpth8E/s1600/IMG-20150113-WA0016.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFyc3tKR3tmrtl-vcWDnaH0TGq5FQURxTATw8iRIa4EOl1jGwDvB3M-1bCVSF-4aBIV2y-aehFsBT1Fth2Jh8qOrks6THokimConOT6VYFeo_lhwxal4JmQLjv0HECeuERS6aj2kpth8E/s1600/IMG-20150113-WA0016.jpg" height="425" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Gantunglah
cita-cita mu setinggi langit – pribahasa ini merupakan harapan yang selalu
ditanamkan pada anak-anak usia sekolah dasar di Indonesia. Meskipun masih ada
yang tidak memahami “apa itu cita-cita?” tapi mereka memiliki harta “Aku ingin
menjadi..” yang merupakan “saudara kembar” cita-cita. Semua orang yang sukses
di bidang apapun selalu didahului oleh cita-cita. Tidak ada satupun kesuksesan
yang terjadi secara kebetulan kecuali “koruptor”. Sehingga anak-anak Indonesia
sangat perlu memiliki cita-cita sejak dini agar memiliki rencana yang baik
serta semangat tinggi dalam belajar untuk meraih cita-cita tersebut. Ada
beberapa hal yang menurut saya, cita-cita itu sangat diperlukan anak Indonesia;
pertama, memberikan mereka harapan. Harapan untuk menjadi seseorang yang
ditauladani melebihi sosok <i>power rangers</i>
yang hanya bisa membuat mereka berkhayal. Kedua, mengenal alam sekitar. Mereka
bisa membayangkan alam yang ramah, bersahabat, yang ada di sekitar untuk
digunakan menembus batas “kegelapan” meskipun berada jauh di sudut-sudut
Negeri. Ketiga, semagat belajar. Cita-cita akan memberi semagat belajar yang
tinggi untuk menjadi anak berprestasi. Karena mereka selalu beranggapan bahwa
hanya orang yang berprestasi yang bisa mencapai cita-citanya. Keempat, karakter
yang kuat. Harapan untuk menjadi sesorang yang ditauladani secara langsung akan
memberikan kebiasaan untuk meniru dan mencintai apa yang yang dia sukai
(tauladan). Serta masih banyak hal lain yang bernilai positif bagi anak-anak
Indonesia melalui cita-cita. Sehingga menurut saya sangat perlu mereka memiliki
cita-cita dengan mengenal banyak profesi. Karena “miskin” nya referensi
cita-cita berakibat pada rendahnya cita-cita bagi anak-anak NTB. Hal tersebut
terbukti ketika mereka diminta untuk menyebutkan cita-cita, jawabannya hanya
presiden, pilot, dokter, guru, kepala dusun, tukang ojek, serta menjadi
orang-orang yang ada di sekitar mereka. Di sinilah peran penting setiap profesi
harus meluangkan waktu untuk mengenalkan diri kepada anak-anak NTB serta
memberi inspirasi di pelosok-pelosok negeri agar mata mereka (anak-anak NTB)
terbuka dalam melihat masa depan yang lebih cerah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><b>Relawan
Kelas Inspirasi</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV4MzPQmAKF-PezsUSeRhVUnEGpRF0JICOKQS-TPu2FRAE4kLfw2780S2ipd7_zkEZv5-IxSpN01IP__6GRrV99pC6Y5xiv5LasXposVXaWdA8vaR6_EkjYukEygTunWCyKtgSw5gA880/s1600/IMG-20150113-WA0015.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV4MzPQmAKF-PezsUSeRhVUnEGpRF0JICOKQS-TPu2FRAE4kLfw2780S2ipd7_zkEZv5-IxSpN01IP__6GRrV99pC6Y5xiv5LasXposVXaWdA8vaR6_EkjYukEygTunWCyKtgSw5gA880/s1600/IMG-20150113-WA0015.jpg" height="426" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><b><br /></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Beberapa
hari lalu kelas inspirasi mendarat di Lombok. Puluhan relawan dari berbagai
profesi seperti Dosen, Musisi, Fotografer, <i>Lawyer</i>,
Wartawan, Penyiar radio, Geologist, Entrepreneur dan lain-lain yang tersebar di seluruh
Indonesia mengambil cuti sehari untuk memberikan inspirasi kepada anak-anak
sekolah dasar di pelosok NTB. Bahkan ada dari mereka yang bekerja di luar
negeri mengambil cuti untuk sehari mengajar dan memberikan inspirasi. Kelas
inspirasi merupakan salah satu bagian dari Gerakan Indonesia Mengajar. Yaitu sehari mengajar oleh berbagai profesi
dengan tujuan mengenalkan diri dan profesinya kepada anak-anak NTB dan
menginspirasi anak-anak agar menjadi apapun yang mereka inginkan. Sehingga
anak-anak NTB tidak hanya bercita-cita menjadi presiden, guru, kepala dusun,
bahkan tukang ojek. Kelas inspirasi memberikan kekayaan referensi bagi
anak-anak NTB untuk bercita-cita sekaligus mengenal cita-cita. Yang menarik
adalah kenyataan bahwa masih ada bahkan sangat banyak orang-orang di Indonesia
yang rela tanpa dibayar (bahkan mereka memberi) untuk berjalan 3 km sampai
dengan 4 km menuju sekolah-sekolah terpencil di pelosok NTB demi masa depan
anak-anak Indonesia yang lebih cerah. Lalu bagaimana dengan
professional-profesional di NTB? Pertanyaan ini lahir karena dari sekian banyak
relawan, hanya ada segelintir orang dari NTB.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><b>Gerakan
Masif</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAo0ZxwWptljfn46s4_V-Gct9XjHXXhwLIsjO5yEo4r6Iy2pLi0RPZjlxZAko7X1b50F30Fa75MxE6ZhTSU25clmGhgVc9MkKCU74yt1KJri8iKPUUEkMoeb5xAOB3rMHNf5FIyOx8Pj8/s1600/IMG-20150111-WA0003.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAo0ZxwWptljfn46s4_V-Gct9XjHXXhwLIsjO5yEo4r6Iy2pLi0RPZjlxZAko7X1b50F30Fa75MxE6ZhTSU25clmGhgVc9MkKCU74yt1KJri8iKPUUEkMoeb5xAOB3rMHNf5FIyOx8Pj8/s1600/IMG-20150111-WA0003.jpg" height="412" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kegiatan
kelas Inspirasi di seluruh Indonesia khususnya yang baru saja selesai di
Lombok, berusaha “menggedor” hati semua orang untuk peduli pendidikan.
Pendidikan yang kita ketahui sebagai tanggung jawab semua orang seharusnya
“benar-benar” mampu diimplementasikan dalam suatu aksi nyata menurut kemampuan masing-masing.
Selain kemampuan, yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan. Kemauan untuk
peduli dan berbagi untuk kemajuan pendidikan NTB. Saya berusaha ber-<i>khusnudzon</i> terhadap semua professional
di NTB bahwa ketidakikutsertaan mereka menjadi relawan karena kurangnya
informasi. Sehingga menurut saya ada dua langkah penting yang bisa kita lakukan
untuk menginspirasi anak-anak NTB dalam bercita-cita yaitu: pertama, mengikuti
kelas inspirasi berikutnya yang diselenggarakan oleh panitia kelas inspirasi.
Kedua, pemimpin NTB membuat gerakan sendiri yang rutin dan massif secara
sistematis untuk menggerakkan semua professional agar menyempatkan diri sehari
mengajar dan menginspirasi anak-anak NTB. Gerakan massif ini bahkan bisa
dibudayakan menjadi suatu rutinitas sebagai bentuk balas jasa kepada guru,
yaitu dengan membantu guru membentuk cita-cita anak-anak NTB yang lebih baik.
Sehingga semua professional yang ada di NTB
mengenal, merasakan, dan bahkan juga (bisa) terinspirasi dari anak-anak
tentang wajah-wajah Indonesia yang berada jauh di tempat gelap dari masa depan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Pada
akhirnya saya hanya berharap bahwa beberapa tahun kemudian, akan lahir
generasi-generasi emas NTB dari inspirasi-inspirasi professional melalui
kegiatan sehari mengajar. Tidak bisa kita pungkiri bahwa cita-cita selalu
berubah dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Cita-cita yang dimiliki anak
biasanya berubah seiring waktu, SD ingin jadi presiden, SMP ingin jadi dokter,
SMA ingin jadi guru. Tapi satu hal yang tidak akan pernah berubah dengan
memiliki cita-cita yaitu semangat belajar dan keinginan berprestasi tinggi.
Sehingga saya ingin mengajak diri dan semua kita untuk mari cuti sehari untuk
mengajar, karena sehari mengajar seumur hidup bisa menginspirasi.<o:p></o:p></span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-44265677662158475862014-12-11T07:33:00.002-08:002015-01-17T23:03:00.831-08:00KURIKULUM 2013 dan TANGGUNG JAWAB BESAR<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBZWSVfPQeDFYX-EhlQWWYvEMiPfdzWsi-f06o9cXi8RDwh6Nw0RPbmlAJ0Pa_9n7jo754lB-KEEHXVZi3rs0gWVBdFLT4-PDXnX5wcjeRl0_-74nxMHf_46HnHMP00bxF5yz8gO_MZKQ/s1600/10900151_10203169506385434_6002363639496695832_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBZWSVfPQeDFYX-EhlQWWYvEMiPfdzWsi-f06o9cXi8RDwh6Nw0RPbmlAJ0Pa_9n7jo754lB-KEEHXVZi3rs0gWVBdFLT4-PDXnX5wcjeRl0_-74nxMHf_46HnHMP00bxF5yz8gO_MZKQ/s1600/10900151_10203169506385434_6002363639496695832_o.jpg" height="480" width="640" /></a></div>
<br />
Belum genap satu tahun setelah diberlakukannya Kurikulum 2013 (K-13), kurikulum menjadi bagian dari perbincangan hangat di beberapa media mengingat derasnya pro dan kontra. Kali ini K-13 memiliki judul baru yaitu “Dibatasi pada sekolah terpilih” setelah dua judul lain disingkirkan yaitu “dihapus total” dan “dilaksanakan seperti biasanya , lalu diperbaiki sambil jalan”. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan (Kompas, 5/12/2014) yang baru-baru ini mempertahankan K-13 dan pelaksanaannya hanya bagi sekolah terpilih dan mengajukan diri, menyiratkan tanggung jawab besar bagi guru, sekolah, perguruan tinggi serta lembaga-lembaga pemerintah daerah termasuk NTB. Ketika K-13 diberlakukan sebagai penyempurnaan kurikulum 2006, tidak sedikit resistensi dari kalangan praktisi dan akademisi bermunculan selain pihak yang mendukung. Resistensi dan kontra K-13 semakin deras kemudian setelah banyaknya masalah dalam pelaksanaannya. Tidak adanya buku yang menunjang, guru dan sekolah yang bingung terhadap system penilaian, siswa yang terlantar, pelatihan guru yang terkesan seadanya, dan bahkan ada beberapa sekolah yang menjalankan K-13 tidak sesuai dengan sejatinya K-13. Masalah-masalah tersebut bahkan menjalar pada alasan klasik seperti kurangnya kualitas guru di beberapa sekolah serta jual beli buku paket K-13. Permasalahan tersebut sepertinya mengisaratkan kurangnya rasa tanggung jawab beberapa pihak yang terkait dalam pelaksanaan K-13. Sehingga hingga saat ini, fenomena “saling menyalahkan” antara berbagai elemen pendidikan, baik guru, sekolah, dinas terkait bahkan perguruan tinggi di beberapa daerah termasuk NTB masih sangat kental.<br />
<br />
<b>Tanggung Jawab Besar</b><br />
Tanggung jawab merupakan hal yang prinsip yang harus dipegang oleh semua orang untuk meraih hasil yang maksimal. Mencapai pendidikan yang dicita-citakan (tujuan pendidikan) merupakan alasan hadirnya kurikulum. Kurikulum merupakan ruh, spirit, dan vital idea yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Kurikulum termasuk K-13 yang sangat erat kaitannya dengan komponen pendidikan lainnya selalu menuntut tanggung jawab besar kepada pelakunya seperti guru, sekolah, perguruan tinggi dan lembaga pemerintah terkait (pusat maupun daerah). Judul baru K-13 menurut saya adalah sebagai sebuah pesan tersirat kepada guru, sekolah dan pemerintah daerah agar memiliki tanggung jawab besar dan keinginan kuat dalam menjalankan kurikulum. Tanggung jawab dan semangat tersebut tersirat dalam “sekolah terpilih” dan “boleh mengajukan diri” yang diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Diantara tanggung jawab tersebut adalah, Pertama. Guru harus belajar belajar dengan sungguh-sungguh dalam memahami dan menjalankan kurikulum. Sebagai komponen penting dalam pembelajaran sekaligus “pelaku” kurikulum, guru menjadi kunci utama agar lembaga penyelenggara pendidikan bernama sekolah dipilih dan layak menjalankan K-13. Kedua, Managemen Sekolah yang baik. Managemen sekolah menuntut adanya tanggung jawab besar yang dimiliki oleh pimpinan lembaga atau kepala sekolah yang dalam hal ini sebagai educator, administrator, Supervisor, leader, dan pencipta iklim kerja yang baik. Dengan peran kepala sekolah yang baik maka sekolah tersebut bisa dipilih dan layak mengajukan diri dalam menerapkan K-13. Ketiga, Peran dan Dukungan pemerintah daerah. Pemerintah daerah melalui lembaga dan dinas terkait harus memiliki keinginan, keseriusan, dan semangat dalam berinovasi, planning serta dukungan penuh kepada pendidik (guru) dan pihak sekolah. Baik dalam bentuk pelatihan profesi maupun pelatihan lain yang mendukung tercapainya pemahaman kuat dalam menjalankan K-13. Ketiga tanggung jawab harus dikuatkan secara bersamaan. Karena K-13 sudah berpesan “siapa cepat dia dapat”. Hanya daerah dan sekolah yang serius serta sungguh-sungguh yang bisa menerapkan K-13.<br />
<br />
<b>Ancaman Klasik</b><br />
Tidak ada satu pun kebijakan, keputusan dan sejenisnya yang lahir tanpa resiko (ancaman). Begitu pula K-13 yang tampil dengan judul baru. Sebelum pelaksanaannya, K-13 pun pernah melewati masa uji coba di beberapa sekolah di Indonesia. Kejadian yang sama juga pernah dialami oleh “saudara tuanya” kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) namun tanpa tindak lanjut. Begitu juga dengan KBK dan kurikulum 2006 (KTSP). Mereka semua adalah “merk” yang lahir dan mati karena situasi politik. K-13 pun saat ini sedang berpacu dengan politik. Entah K-13 akan terlebih dahulu mencapai finish (tujuan pendidikan) atau malah sekedar kurikulum “uji coba” itu akan tergantung dari sejauh mana kesungguhan dan keinginan memiliki tanggung jawab besar di atas. Apakah NTB akan menjadi daerah terdepan dalam mencapai pendidikan melalui K-13, menjadi daerah percontohan K-13 atau bahkan hanya menjadi pengekor itu tergantung dari sejauh mana semangat dan keinginan kita semua. Karena sejatinya pendidikan itu adalah tanggung jawab semua orang dengan tanggung jawab yang proporsional. Akhirnya saya berharap kepada kita semua khususnya yang menjadi bagian dari faktor tercapainya pendidikan, agar selalu memiliki tanggung jawab besar, dan optimis akan adanya cahaya harapan bagi kemajuan pendidikan Indonesia hususnya NTB. </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-24560302250652902212014-11-06T22:12:00.002-08:002015-01-17T23:10:20.288-08:00SUSI dan Wajib Belajar ala Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTsZ2LzpzHVL7SKH8sdoo2OX-wPaqpK3URTT0utBRlbCB-fr2_jIZo1UYz066Zk8D8EFxQINq7HLY86FQNsfehN5Fm3OXyJmRkonnfYN5aQNrM_P3vic_k2b9s7hW7zhT544LN3MUn3SM/s1600/20141103_majalahdetik_153_page_082.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTsZ2LzpzHVL7SKH8sdoo2OX-wPaqpK3URTT0utBRlbCB-fr2_jIZo1UYz066Zk8D8EFxQINq7HLY86FQNsfehN5Fm3OXyJmRkonnfYN5aQNrM_P3vic_k2b9s7hW7zhT544LN3MUn3SM/s1600/20141103_majalahdetik_153_page_082.jpg" height="480" width="640" /></a></div>
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Wajib belajar yang didengungkan
pemerintah dan dijalankan oleh pemerintah daerah tidak sama dengan wajib
belajar versi Negara maju. Menurut Utomo Dananjaya (2005), Wajib belajar (</span><i style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Cumpolsory Education</i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">) di negara maju
memiliki unsur paksaan agar peserta didik sekolah, diatur dengan undang-undang,
membuat sanksi bagi orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya. Sedangkan di Indonesia, wajib belajar hanya
besifat persuasif dan hanya tanggung jawab moral yang dibebankan terhadap orang
tua.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mendengar ungkapan wajib belajar 9 tahun
yang dianggap “kemajuan” bagi “kita” malah menjadi tanda tanya besar ketika
maknanya dipersoalkan. Wajib belajar yang sering di pamerkan pada hakekatnya
hanyalah sebuah himbauan untuk sekolah. Entah itu 6 tahun maupun 9 tahun.
Alasannya sangat jelas karena indikator keberhasilan program ini hanya pada
angka partisipasi sekolah semata. Pemerintah cemas karena masih banyaknya
masyarakat yang tidak sekolah. Dengan semakin banyaknya masyarakat sekolah
dianggap masalah pendidikan telah selesai. Padahal Jauh dalam pada sekolah
terdapat ancaman besar seperti “bom waktu” yang siap meledak. Yaitu apakah di
sekolah, peserta didik sungguh-sungguh belajar dan diwajibkan belajar.
Pertanyaan ini muncul karena kenyataan “pengangguran” tidak hanya bagi yang
tidak sekolah tetapi telah menyerang mereka yang pernah sekolah bahkan
berstatus sarjana, bahkan sebaliknya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Diangkatnya Susi Pudjiastuti yang hanya mengenyam
‘pendidikan menengah’ sebagai seorang menteri
adalah hal yang fenomenal. Ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Sebagian masyarakat memiliki pandangan bahwa sekolah setinggi-tingginya tidak
menjamin seseorang untuk sukses. Penulis tidak ingin terlalu jauh pada
persoalan penting atau tidaknya sekolah. Tetapi ingin meluruskan tentang
pandangan proses wajib belajar dan proses belajarnya seorang Susi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sekolah setinggi apapun, akan sia-sia jika
di dalamnya tidak disertai dengan proses belajar dan pengalaman belajar yang
mantab. Fenomena susi seolah menjadi peringatan bahwa belajar tidak hanya di
sekolah. Masyarakat, dan orang tua memegang peranan penting dalam proses
belajar peserta didik. Peserta didik butuh belajar dari lingkungan sebagai
pengalaman yang berharga. Masyarakat dan orang tua di luar sekolah menjadi guru
sejati. Konsep alam sebagai kelas dan langit sebagai atap mengarah pada
pendidikan sebagai suatu proses pemberdayaan dan bukan sekedar persekolahan. Sehingga
wajib belajar dimaknai sebagai suatu tanggung jawab bersama untuk mengawasi dan
mendidik melalui proses pemberdayaan peserta didik. <o:p></o:p></span></div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">Pemberdayaan peserta
didik menjadi kunci dalam memaknai wajib belajar yang sesungguhnya. Pemerintah
melalui program wajib belajar harus berfikir untuk mengatur pendidikan wajib
belajar melalui undang-undang, atau peraturan-peraturan dengan kekuatan hukum,
memberikan sanksi tertentu bagi orang tua yang tidak mendukung proses belajar
anak-anaknya. Jika pemangku kebijakan, komponen-komponen pendidikan, serta
masyarakat menyadari pendidikan sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan,
maka pendidikan melalui sekolah dan program wajib belajar menjadi sesuatu yang
mermakna.</span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-27679495133490917232014-08-03T09:17:00.003-07:002015-01-17T23:14:52.377-08:00HADAPI, HAYATI dan NIKMATI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrDgZ1nlFVA9ZWYRhhtlHfwL5T75CE7F6miDiXX9PEAU6yRqlE9FibGQDYhMfbnfJNnOf_-yoSX_yohuiN3gV2jnJWML9suVDuTYuarwMOxNX9lBsgrsgQEh2YlBnrVx1VDSB79Tp2XGs/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrDgZ1nlFVA9ZWYRhhtlHfwL5T75CE7F6miDiXX9PEAU6yRqlE9FibGQDYhMfbnfJNnOf_-yoSX_yohuiN3gV2jnJWML9suVDuTYuarwMOxNX9lBsgrsgQEh2YlBnrVx1VDSB79Tp2XGs/s1600/download.jpg" height="336" width="640" /></a></div>
<br />
Tiada perjalanan tanpa sebuah hambatan, suatu saat akan menemukan jembatan untuk dilalui, menemukan sungai untuk disebrani bahkan menemukan lautan untuk diaurungi. Sampai di dermaga akan menemukan jalan berliku, naik gunung yang penuh onak dan duri. Itulah kehidupan, kesedihan, air mata bahkan senyum dan tawa dilalui. Namun senyum dan tawa indah diingat, kesedihan tak semua orang mampu melaluinya. Harusnya keduanya bagian dari kehidupan ini.Hadapi, Hayati dan Nikmati setiap kehidupan ini</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Didalam mengarungi kehidupan tidak ada yang mulus, semuanya penuh dengan ujian. Ujianpun bermacam-macam mulai dari kesedihan sampai kebahagiaan, mulai dari kekurangan sampai berkelebihan, mulai dar sakit sampai dengan sehat dan mulai dari nestapa sampai sukses luar biasa.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Itu semua adalah ujian. Dan ujian itu bagian dari lembaran kehidupan, setiap manusia akan mendapatkan jenjang kehidupan yang lebih tinggi maka ujian harus dilalui. Kelulusan menyelesaikan ujian adalah cerminan kualitas kehidupan manusia itu sendiri.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sehingga segala macam ujian yang terjadi dalam kehidupan ini mau tidak mau harus dilalui. Dan agar kita dapat melaluinya dengan baik dan lulus ujian itu maka butuh keyakinan bahwa kita bisa menyelesaikan masalah/ujian kehidupan dengan baik.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.31999969482422px; margin-top: 6px;">
DR.MH.,Psych.</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-64844766392747968642014-07-25T23:31:00.001-07:002015-01-17T23:22:30.919-08:00LEADERSHIP dan PARENTING<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEQgCXAcuRnwsGIxmGe_dcIEs73Plxw6EGqEVP8Y3dtP7uPCuGipPJ4iJcYwp0Heb1cbPTsQi2Jhu_rqPbbyurw6nsQOQf58-csQpBugDI9Pzo1Uwi4XbIggSq1xAYk64RrTi7vH-81WQ/s1600/ParentingSS-Post.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEQgCXAcuRnwsGIxmGe_dcIEs73Plxw6EGqEVP8Y3dtP7uPCuGipPJ4iJcYwp0Heb1cbPTsQi2Jhu_rqPbbyurw6nsQOQf58-csQpBugDI9Pzo1Uwi4XbIggSq1xAYk64RrTi7vH-81WQ/s1600/ParentingSS-Post.jpg" height="312" width="640" /></a></div>
Dikutip dari "5 Similarities
Between Leadership And Parenting" yang dipublish oleh<span class="apple-converted-space"> </span>Dyan Crace.<br />
<o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">Salam Edu...</span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">Bukan rahasia lagi bahwa Parenting
adalah sesuatu yang sulit. Sebagai "veteran tempur", aku bahkan
kadang-kadang bertanya tentang manakah yang lebih sulit antara perang atau
membesarkan anak-anak? apakah sama kerasnya dengan mengatur pasukan? Memang,
anak-anak membutuhkan lebih banyak perhatian dan pengawasan dari orang dewasa
(sebagian besar waktu), tapi kesamaan antara managemen dan parenting sangat
menarik. Manajemen tidak untuk semua orang,sama halnya dengan menjadi orangtua
tidak selalu sesuai untuk kita semua. </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">mengatur orang bisa jadi menantang
serta bermanfaat, begitu juga dengan parenting, keduanya perlu membimbing,
mengajar, mendorong, disiplin, pujian dan memberikan suasana yang diperlukan
untuk tim mereka atau anggota keluarga agar mencapai kesuksesan. Berikut adalah
5 kesamaan: </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">1 Disiplin </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">Apakah Anda berada di tempat kerja
atau di rumah dengan keluarga Anda, penting untuk menindaklanjuti harapan dan
aturan yang telah Anda tentukan. Takbisa dipungkiri lagi, salah satu anak-anak
anda akan cerewet atau nakal. Hal yang sama juga berlaku di tempat kerja.
sebagaimana anak-anak yang ingin mendorong batas-batas yang ditetapkan orang
tua mereka untuk melihat apa yang bisa mereka lakukan, beberapa karyawan juga
akan menunjukkan jenis prilaku yang sama. Inilah sebabnya mengapa disiplin
dalam menegakkan aturan, peraturan dan prosedur yang telah dibuat, sangat
penting. Membiarkan anak atau karyawan untuk bekerja bebas di luar batas yang
anda tetapkan tidak akan menciptakan lingkungan yang saling menghormati dan
akan membuat setiap individu kurang produktif. dan hal tersebut bukanlah
managemen yang adil bagi mereka yang secara konsisten mengikuti aturan. </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">2 Akuntabilitas </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">mengambil tindakan yang tepat waktu,
mengambil tanggung jawab atas tindakan, dan merasa bahwa kewajiban untuk
melaksanakan apa yang Anda katakan, merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan
oleh orang tua untuk anak mereka. hal ini merupakan jenis memimpin dengan
contoh. Manajer mempekerjakan individu dengan harapan bahwa kualitas-kualitas
mendarah daging dalam karyawan. Sulit untuk mengajarkan orang dewasaagar
memiliki integritas jikabukanlah sesuatu yang mereka pelajari sebagai seorang
anak. Anak-anak belajar untuk menjadi bertanggung jawab di usia muda. Jika
mereka tidak membersihkan kamar mereka, mereka tidak bisa menggunakan ponsel
mereka, atau jika mereka datang terlambat untuk jam malam, mereka tidak bisa
mengendarai mobil mereka selama seminggu. Ini adalah konsekuensi yang jelas
dimasukkan untuk memastikan mereka memahami aturan-aturan dan tahu pentingnya
mengikuti aturan-aturan. Sebagai manajer, hal itu sama penting untuk membuat
harapan yang sangat jelas dengan konsekuensi di tempat kerja jika aturan tidak
diikuti atau tenggat waktu tidak terpenuhi. </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">3 Pujian </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">Karyawan dan anak-anak membutuhkan
umpan balik positif. Sebagai seorang anak, penguatan positif dapat memberi
mereka kepercayaan diri untuk terus mencoba dan percaya pada kemampuan mereka.
Percaya diri tidak terjadi begitu saja, itu berasal dari dukungan berulang dan
bimbingan yang positif. Membuat anak merasa baik tentang diri mereka sendiri
membawa sampai dewasa. Manajer memainkan peran besar dalam membantu untuk membuat
karyawan mereka merasa diberdayakan, percaya diri dan mandiri dengan umpan
balik positif yang mereka berikan. Ketika para manajer mendukung karyawan
mereka dan mendukung keputusan mereka, para anggota tim merasa positif tentang
kemampuan mereka dan apa yang mereka bawa ke perusahaan. </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">4. Menghormati </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">Menghormati adalah bagian penting
dari hubungan apapun. Orangtua ke anak atau karyawan dengan manajer, saling
menghormati dapat mendorong kolaborasi dan kerjasama yang akan mendorong
produktivitas, kinerja dan kualitas kerja. Di rumah itu akan memotivasi
tindakan positif, pertimbangan dan komunikasi yang jelas. Karyawan yang
menghormati manajer mereka akan ingin mendapatkan dari keahlian dan pengetahuan
mereka, yang menyebabkan lebih banyaknya kolaborasi, kesempatan pelatihan dan
lingkungan kerja yang positif. Anak-anak yang menghormati orang tua mereka akan
mendengarkan dan merespon dengan tepat dan memahami bahwa orang tua mereka
ketika membuat keputusan tertentu, apakah mereka suka atau tidak, tapi hal tersebut
untuk kepentingan anak. </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">5. Pengendalian </span><o:p></o:p></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif;">Ada akan menjadi saat-saat ketika
tidak semua orang akan akur. Anak-anak dengan saudara dan rekan kerja dengan
rekan-rekan mereka. Tapi itu adalah keterampilan pengendalian yang paling
mengesankan. Jika Anda bisa duduk bersama anak dan menjelaskan kepada mereka
dengan nada tenang bagaimana menyelesaikan masalah mereka, itu akan jauh
lebih baik daripada berteriak kepada mereka. Kebanyakan orang tidak merespon
dengan baik terhadap ucapan keras dan kasar. Bagi manajer, menampilkan perilaku
agresif untuk menyelesaikan konflik antara dua karyawan tidak akan bekerja.
duduk bersama, mendengarkan kedua belah pihak, memberikan pandangan serta
menengahi konflik, dan kemudianberusaha keluar dari masalah akan jauh lebih produktif.
kekerasan tidak akan menjamin dan mendukung baiknya emosi dari Anda. Sebaliknya
berlatih menahan diri akan memungkinkan untuk hasil yang lebih baik.</span><o:p></o:p></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit, serif; line-height: 115%;">Salam edu....</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-50960963123808888272014-07-25T15:12:00.002-07:002015-01-17T23:24:38.978-08:00CRITICAL THINKING AS PHiLOSOPY AND PSYCOLOGY<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgo8cE1Q79aftpZCoMQaa8lu1iCBgQtZSTq_Gp64M-mfeAjigcWS1d3JaTjqzaWcwsHpTTc6-Mja8m7XjFPgykS9rejW-B2vgCJBs-i3wwK68oPAZsPSPhiJggNuZH2vyJPdlMNvM-msHs/s1600/Critical-Thinking-Skills-Tuition.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgo8cE1Q79aftpZCoMQaa8lu1iCBgQtZSTq_Gp64M-mfeAjigcWS1d3JaTjqzaWcwsHpTTc6-Mja8m7XjFPgykS9rejW-B2vgCJBs-i3wwK68oPAZsPSPhiJggNuZH2vyJPdlMNvM-msHs/s1600/Critical-Thinking-Skills-Tuition.png" height="321" width="640" /></a></div>
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Di media LinkedIn, saya pernah memposting suatu pertanyaan menarik di ruang salah satu Grup yaitu HISTORY AND PHILOSOPY OF EDUCATIONS. Postingan saya yaitu : "</span></div>
<h2 class="discussion-title" style="background-color: white; border: 0px; line-height: 18px; margin: 25px 25px 10px 0px; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline; word-break: break-word;">
<span style="font-family: inherit; font-size: small; font-weight: normal;">"how to easy understand about distinguish between critical thinking as psycology and philosopy?"</span></h2>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Inilah beberapa Jawaban beberapa Anggota Group:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=235140547&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Helen Pritchard</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">PHD Candidate at The University of Auckland</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"><span style="color: #666666;">"</span></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Maybe if you put them in chronological order - Philosophy came first, then psychology and then critical thinking?"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=265031531&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Ammar Ali Nima</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Attended The University of Manchester</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"><span style="color: #666666;">"</span></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">I think that it is depend on your state, namely if your critical thinking comes from the heart then it is psychology, but if it comes from the reason then it is philosophy".</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=323012857&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Samsun Hidayat</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Editorial Director at Duta Pustaka Ilmu Publisher</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Top Contributor</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"><span style="color: #666666;">"</span></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">i mean if i want to use in assesmen. many book suggest rubric and indicator which cold use as assesment.. too confiuse how ti integrate all to be question in science"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;"><a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=145172908&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Josiah Lookingbill</a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">English Language Teacher at Renmin University of China </span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">suggest looking at Pearson's Literature Review for Critical Thnking </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">(</span><a href="http://www.linkedin.com/redirect?url=http%3A%2F%2Fimages%2Epearsonassessments%2Ecom%2Fimages%2Ftmrs%2FCriticalThinkingReviewFINAL%2Epdf&urlhash=W3IB&_t=tracking_disc" rel="nofollow" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" target="blank">http://images.pearsonassessments.com/images/tmrs/CriticalThinkingReviewFINAL.pdf</a><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">). </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">The authors define Philosophical CT(Critical Thinking) as describing an ideal critical thinker (like Plato describing Socrates). In essence, Philosophical CT is either describing a great critical thinker from history (perhaps Hume or Kant) and good thinking itself, defined from a philosophical perspective</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">(Cognitive) Psychological CT is descriptive of real-world thinking. It is concerned with 'what does Critical Thinking look like?' It is trying to consider what actually happens when we think critically, and why. The focus is then on types of actions, usually listing skills.</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Dispositions are also sometimes considered; perhaps some people are more disposed naturally to critical thinking attitudes than others. Fair-mindedness and flexibility would often be included.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Educational CT has been developed in the classroom and educational research. The Pearson Review presents Bloom's Taxonomy as a prime example. Educational CT is most concerned with teaching and assessment. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">*Finally, I am interested in this discussion as I am teaching Critical Thinking in a non-Western context next year and am trying to better understand exactly what we mean when we say 'critical thinking' and in what contexts it may prove useful. For the philosopher, as well as many educators, it tends to mean 'good thinking' or a good thinker, and for certain psychologists it may mean 'thinking skills'.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;"><a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=323012857&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Samsun Hidayat</a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Editorial Director at Duta Pustaka Ilmu Publisher</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Top Contributor</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">thanks all.</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">"Josiah Lookingbill special for your file.. i have checked. i got more concept"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Leon</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;"><a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=237108249&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Leon Benade</a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Senior Lecturer/Director of Research at Auckland University of Technology </span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">I'd agree, to some extent, with Josiah. A psychological approach (in education, anyway) would see 'critical thinking' in terms of taxonomies or notions like 'meta cognition', which is 'thinking about thinking', but is not *critical* thinking as a philosopher might see it. For a philosopher there would be much more concern with locating thinking in some kind of socio-political or socio-economic context, with a view to perceiving ideology or power structures, having transformative action as an outcome of the thought process.</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">here are various vehicles in education for developing such critical thinking, one of which is classroom philosophy, or philosophy for children, though many philosophers are scornful of these approaches because they 'dumb down' philosophy. This tells you, however, that philosophy *is* critical thinking!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;"><a class="commenter" href="http://www.linkedin.com/groups?viewMemberFeed=&gid=2004290&memberID=235140547&goback=%2Egmp_2004290" style="background-color: white; border: 0px; color: #7b539d; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="See this member's activity">Helen Pritchard</a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">PHD Candidate at The University of Auckland</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">Then there are also different forms or branches of philosophy eg. Analytical or the Continental (European) Philosophies</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit;">wiss you keep spirit</span></div>
<div>
<div class="comment-content" style="background-color: white; border: 0px; float: right; margin: 0px 5px 0px 0px; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline; width: 565px; word-wrap: break-word;">
<div id="commentID_5888382640200900608" style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div class="comment-content" style="border: 0px; float: right; margin: 0px 5px 0px 0px; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline; width: 565px; word-wrap: break-word;">
<div id="commentID_5888615502246342656" style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div class="comment-content show-contributor-badge" style="border: 0px; float: right; margin: 0px 5px 0px 0px; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline; width: 565px; word-wrap: break-word;">
<div id="commentID_5892619265084768256" style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="color: #333333; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit;">
<br /></div>
</div>
</div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="comment-body" style="border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: 13px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-3973148182656969302014-07-25T14:00:00.002-07:002014-07-25T14:03:06.184-07:00ASESMEN MELAHIRKAN 'BODOH'<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: inherit;">Salam edu...</span><br />
<span style="font-family: inherit;">Pernahkah sahabat edu membaca "Einstein Quotes"? dari sekian banyak "Quotes" ada satu 'Quote' yang menarik. yaitu:</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 17px;">"Everybody is a genious. But if you judge a fish by its ability to climb a tree it will spend its whole life thinking its stupid".</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">Einstein mengeluarkan statemen yang tidak mengada-ada. sebagai seorang saintis sekaligus filsuf modern, dia mencoba memberikan pandangan tajam tentang konsep jenius. dia mengatakan bahwa "semua orang jenius, tetapi jika anda menilai ikan melalui kemampuannya memanjat, maka itu akan menghabiskan waktu seumur hidup dalam berfikir dengan cara yang bodoh" (kira-kira begitulah artinya).</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">Pandangan ini sangat menarik khususnya bagi praktisi di bidang pengajaran dan pembelajaran. saya memandang ungkapan tersebut sebagai sebuah 'peringatan keras' ketika merefleksi keadaan pendidikan khususnya kurikulum dan lebih khususnya evaluasi dan assesmen di sekolah maupun perguruan tinggi di Indonesia. Saya katakan sebagai 'Peringatan keras' dengan dua alasan mendasar: (1) Di Indonesia, guru maupun dosen sering kali 'khilaf' membuat kategori siswa (mahasiswa) pintar dan siswa bodoh, (2) Di Indonesia, Guru maupun dosen sering kali egois dan sentimen dalam memberikan perhatian ketika mengajar.</span></span><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpeUBodQ0_KfmsvZlyJBGDh-OawbbJkGaWFRgmuSYZXYlptwLEGjGnL6dniTLu9pKFEbPNSbUEwuIv5jrshzZPZ734UUp3y5Coda3XxeVGJCm8_TFmp1EP9Nrh0-JCWqUjyySKN5jzuKo/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: inherit;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpeUBodQ0_KfmsvZlyJBGDh-OawbbJkGaWFRgmuSYZXYlptwLEGjGnL6dniTLu9pKFEbPNSbUEwuIv5jrshzZPZ734UUp3y5Coda3XxeVGJCm8_TFmp1EP9Nrh0-JCWqUjyySKN5jzuKo/s1600/download.jpg" height="320" width="318" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i><span style="font-family: inherit; font-size: small;">Sumber: kaskus.co.id</span></i></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">1. Siswa pintar dan bodoh</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">pintar seharusnya bukan antonim dari bodoh. karena bodoh adalah suatu sifat yang ditujukan kepada sesuatu yang tidak menggunakan akal dan tidak berpikir. sehingga sungguh "terlalu" jika ada seorang guru atau dosen yang mengarahkan kata tersebut kepada siswa maupun mahasiswa. Selain membunuh semangat belajar dan kreatifitas, kalimat tersebut bahkan bisa mengarah kepada "Verbal Abuse". Kenapa kita kerap kali mendengar kata bodoh? selain karena guru "kurang referensi" kata "positif" juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap pengajaran. guru dan dosen terlalu sering 'khilaf' dalam menilai siswa. sebagian mereka cendrung menikahkan 'pintar' dengan angka pada tiap nilai mata pelajaran. padahal jika diusut lebih mendalam, indikator yang digunakan dalam mengukur dan mengevaluasi kejeniusan siswa belum tentu repesentatif. dan yang lebih parah ketika sebagaian guru dan dosen menilai siswa maupun mahasiswa 'sekedar' memenuhi syarat formalitas dalam sebuah lembaga pendidikan. pada akhirnya yang menjawab banyak dikatakan pintar, kemudian yang menjawab sedikit disebut kurang pintar (bahkan bodoh). Apakah ini benar? kekeliruan terbesar seorang pendidik (guru maupun dosen) ketika menggeneralisasi pintar dan kurang pintar dari hasil satu mata pelajaran atau bahkan hanya satu materi. hal itu hanya benar jika penilaian yang dibuat mencakup indikator yang representatif dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam pengajaran satu mata pelajaran. sehingga ungkapan yang seharusnya adalah "si A pintar mata pelajaran B" misalnya, Andi pintar matematika, Bambang pintar Bahasa Inggris, Andi pintar matematika, bahasa inggris dan Fisika.</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">salah satu prinsip penting dalam pengajaran adalah bahwa semua siswa memiliki keunikan, dan kecerdasan yang berbeda. guru dan dosen sebagai peserta didik memiliki kewajiban untuk memompa dan mengarahkan agar potensi dan keunikan serta kecerdasan tersebut menjadi positif dan berkembang secara mandiri agar mereka hadir menjadi seorang ahli sesuai dengan bakat dan minatnya. jika semua pendidik memahami dan sadar akan hal ini, niscaya tidak akan ada lagi kita mendengar kata bodoh. karena pendidik akan menyadari bahwa semua manusia memiliki bakat dan keunikan sendiri. dan inilah yang dipandang einstein dengan potongan kalimatnya "Everybody is Genius......." bahkan dia memperuatnya dengan ungkapan lain " saya tidak cerdas. saya hanya selalu mengikuti rasa ingin tahu"</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">2. Sentimen dan Egoisme</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">Sentimen dan egois adalah penyakit 'samar' dan selalu tidak disadari oleh pendidik pada diri mereka. Dalam pembelajaran, terkadang siswa merasa terpukul ketika arah pengajaran hanya kepada beberapa orang (yang dianggap guru sebagai siswa pintar). bahkan ironisnya dalam penilaian, ada beberapa pendidik baik guru maupun dosen yang hanya menilai segelintir orang saja, kemudian siswa yang lain selalu diasumsikan kemampuannya berada di bawah standar. hal inilah yang merusak prinsip pendidikan berkeadilan. padahal, semua siswa memiliki hak yang sama untuk cerdas dan pintar. </span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">dua alasan tersebut adalah masalah yang sering kita jumpai meskipun banyak persoalan lain yang eksis duduk manis. sehingga penting dan bahkan urgen bagi pendidik untuk memperhatikan metode serta perangkat penilaian dalam mengukur kemampuan siswa secara komprehensif. jangan sampai kita jumpai kasus 'lucu' dimana penilaian untuk siswa yang sama terhadap hal yang sama oleh guru yang berbeda juga akan berbeda. sudah bisa ditebak bahwa alat ukur yang digunakan pasti berbeda. disinilah maksud adanya tujuan pengajaran baik khusus dan umum agar indikator, SK maupun KD yang dibuat untuk mencapai tujuan kurikulum bisa tercapai.. akan sangat 'konyol' ketika misalnya guru menilai kemampuan fisika siswa hanya melalui tes kognitif tanpa mengetahui bagaimana dimensi pengetahuan dan psikomotor serta afektifnya. pandangan einstein ini sekaligus menjadi cambuk bagi guru 'ahli pedang' untuk mengajarkan 'permainan tongkat' yang lintas jalur dalam mengajar. </span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">sehingga pada akhirnya saya berpendapat bahwa guru menuju profesional hanya jika mereka mampu memahami secara utuh prinsip-prinsip penilaian agar diagnosa kemampuan siswa tidak keliru dan kemudian berujung pada fitnah belaka</span></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 17px;">semoga pendidikan indonesia semakin jaya dengan lahirnya banyak guru berkualitas.</span></span><br />
<span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 17px;">salam edu....</span><br />
<span style="background-color: white; line-height: 17px;"><span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-25419787929219806062013-12-08T17:12:00.003-08:002015-01-17T23:31:12.239-08:00PENDIDIKAN YANG SEBENARNYA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi20LTaDtnSLvlN2ooC1ihF6K0Oq1HcfU1R0iUVYPtSknaFUoU32x-uiG3AkF6YbmIPdZAsO68Y2SF24qZmqmZwonurkhy98snhnm0meMFxoSlbUFjQHNKCiwVvvyNfJX9kZ2FcMAUnfsI/s1600/baca.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi20LTaDtnSLvlN2ooC1ihF6K0Oq1HcfU1R0iUVYPtSknaFUoU32x-uiG3AkF6YbmIPdZAsO68Y2SF24qZmqmZwonurkhy98snhnm0meMFxoSlbUFjQHNKCiwVvvyNfJX9kZ2FcMAUnfsI/s1600/baca.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
Pendidikan adalah upaya sistematis agar manusia memahami hubungan antarmanusia dan juga dengan mahluk hidup yang lainn dan lingkungannya. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan dasar pembangunan sebuah negara. Meskipun masih terdapat unsur-unsur teknis yang dalam proses pembangunan harus diatasi melalui pelatihan, bukan berarti pendidikan sekedar pelatihan. Pelatihan pun tidak boleh mereduksi makna pendidikan. Apabila terjadi reduksi pendidikan demi efesiensi dan efektifitas, maka akan terjadi suatu stagnasi proses memahami kemanusiaan, serta buntunya muderenisasi.<br />
<br />
Moderenisasi yang diartikan sebagai hasil dari pemahaman total akan kehidupan yang terus menerus berkembang, tentunya tidak mudah dan bahkan tidak mungkin dicapai melalui suatu proses singkat berjudul pelatihan. Melihat fenomena di Indonesia, pelatihan bertebaran di mana-mana di setiap sektor pembangunan seolah makna pendidikan telah tereduksi oleh pelatihan. Moderenisasi hanya bisa dicapai melalui proses pemaknaan hakikat kemanusiaan yang hidup di alam semesta. sehingga moderenisasi hanya akan berhasil melalui proses pendidikan yang benar.<br />
<br />
<b>Posisi Pendidikan di Indonesia</b><br />
Setiap negara baik berkembang maupun bersetatus negara maju, tentunya didasarkan pada bagaimana mereka memandang pentingnya pendidikan dalam suatu pembangunan. Persoalan bagi negara-negara berkembang dan terbelakang adalah menempatkan pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan. Seharusnya pendidikan menjadi dasar dari pembanggunan suatu negara. Apabila pandangan kebijakan masih menempatkan pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan, maka pendidikan tidak akan menjadi pondasi seluruh aspek pembangunan. Menambah porsi pendidikan dari APBN seperti yang dilakukan oleh pemerintah saat ini faktanya tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap perubahan hakikat pendidikan. tetapi yang terjadi adalah penggelembungan proyek-proyek yang ada di kelembagaan pendidikan, utamanya Kementrian Pendidikan Nasional. dan juga, pendidikan masih tereduksi oleh pelatihan yang bernuansa teknis, jangka pendek, materialistis, bahkan masih dilihat bernuansa proyek.<br />
<br />
<b>Pendidikan dan Rantai Moderenisasi</b><br />
Jika moderinasasi dipandang sebagai upaya pemanfaatan teknologi di dalam berbagai sektor kehidupan, berarti moderinasi memiliki hubungan yang sangat terkait dengan pendidikan. Teknologi sebagai bagian dari upaya mencapai suatu moderenisasi merupakan turunan langsung dari ilmu pengetahuan yang bersifat terapan. Sehingga teknologi hanya bisa dicapai dengan adanya kekutatan ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang apabila tidak adanya manusia yang inovatif. Sedangkan inovasi merupakan hasil dari imajinasi manuisa yang memiliki rasa kebebasa berfikir dan kejernihan hati nurani sebeagai awal dan cikal bakal lahirnya karya dan keindahan. Rantai tersebut hanya bisa dicapai melalui suasana yang kondusif. Suasana kondusif itulah pendidikan. Jadi, pendidikan harus mampu memberikan ruang yang luas agar rantai moderenisasi dapat berkembang dengan baik. Pemaksaan moderenisasi melalui proses bernama pelatihan tidak akan mencapai rantai paling ujung yaitu keindahan. dah manusia yang hidup tanpa keindahan akan terasa kering dan membosankan. Maka dari itu, pendidikan sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan.<br />
<br />
Bersambung.........</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-76664085520853405382013-09-15T09:22:00.006-07:002015-01-17T23:32:07.117-08:00Vicky dan Generasi Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9vYbjxlaN_zw6doHORSOFO3SWavDAKKBNzQQgvBa5l1KD_338pKw32CBrxnCD6TtZ5RZWxZ_IpWwWEic8MjnzokAFPdy-2AvCma4RiNc_Q61vI_jEy7Cj6qRGdxOPMwvOK8z4TKyymVc/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9vYbjxlaN_zw6doHORSOFO3SWavDAKKBNzQQgvBa5l1KD_338pKw32CBrxnCD6TtZ5RZWxZ_IpWwWEic8MjnzokAFPdy-2AvCma4RiNc_Q61vI_jEy7Cj6qRGdxOPMwvOK8z4TKyymVc/s400/images.jpg" height="395" width="640" /></a></div>
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jum’at / 13/09/ Rumah
Edu – dalam kajian Rutin mencoba mengangkat persoalan yang menjadi trend
jejaring sosial facebook, BBM, dan twiter. Beberapa hari terakhir sejak wawancara
‘sang Vicky’ di salah satu station TV, fenomena penggunaan kata-kata ilmiah
ke-vicky-an semakin mendominasi status jejaring sosial. Bahkan beberapa orang
mengunggah video remix ala Vicky. ‘Vickynisasi’ merupakan menu pembicaraan
menggelitik, tetapi menjadi persoalan serius Bangsa kita jika direfleksikan
dengan potret generasi Indonesia. Rumah Edu tidak terlalu fokus pada aturan penggunaan
kata-kata ilmiah, tetapi mencoba
mendudukan Vicky sebagai salah satu kejujuran dan keterbukaan bangsa terhadap sebagian besar generasi yang dimilikinya. </span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Fenomena Vicky
memberikan gambaran yang sebenarnya tentang keinginan sebagian besar generasi
untuk tampil cerdas dan ilmiah di hadapan publik. Menjadi keperihatinan kita
bersama kemudian ketika keinginan tersebut tidak didukung oleh pengetahuan dan
wawasan yang mumpuni. Beberapa dari kita mungkin pernah mengalami hal tersebut
atau menjumpai orang-orang di sekitar kita. Hampir sebagian besar <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mahasiswa di Mataram <span style="mso-spacerun: yes;"></span>sedang berada pada situasi ke-Vicky-an. Beberapa
hasil analisa Rumah Edu terhadap faktor dominan penyebab munculnya kaum-kaum ‘sok
Ilmiah’ khususnya pada mahasiswa Samawa di Mataram. Diantaranya adalah 1)
motivasi dan minat membaca yang rendah 2) tidak adanya kultur diskusi 3) sebagai
anggota pasif organisasi aktif 4) budaya gengsi yang tidak diimbangi dengan
motivasi berprestasi.</span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Permasalahan ini telah
menjadi ancaman bagi bangsa kita khususnya daerah. Rendahnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">skillfull discussion, </i>wawasan,
menyebabkan beberapa generasi begitu jauh tertinggal dari anak tangga tertinggi
Dialog. Bahkan beberapa birokrat, politisi, dan aparatur pemerintah telah
disusupi oleh orang-orang ke-vicky-an. Jika pemerintah tidak menganggap hal ini
sebagai suatu masalah yang serius, dan tidak berusaha merumuskan solusi tepat
untuk Vicky-Vicky lain yang menjelma sebagai aparatur pemerintah dan politisi,
maka ke depannya daerah kita akan menjadi bahan olokan daerah lain. </span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Semoga dengan adanya
Vicky, membawa dampak positif bagi generasi kita. Generasi yang selalu sadar
atas segala kekurangan sehingga mau belajar dan mengembangkan diri untuk
mencapai kebutuhan yang benar-benar humanis yaitu self actualization dan self
respect. Kita patut berterimaksih kepada Vicky, karena bisa menyadarkan
generasi kita tentang pentingnya belajar, pentingnya berwawasan luas dan
urgennya komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dan terimaksih Vicky, karena
caramu berkomunikasi menjadikan generasi untuk selalu berhati-hati
berkomunikasi menggunakan bahasa-bahasa asing dan bahasa ilmiah khususnya di
jejaring sosial. </span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Rumah Edu mohon maaf
jika dalam tulisan ini mengandung kata-kata ke-Vicky-an. Mohon kritik dan
sarannya. </span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">SAMSUN HIDAYAT</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-2034592797852601062013-08-22T22:01:00.003-07:002013-08-22T22:13:37.044-07:00KURIKULUM 2013 , Guru dipaksa jadi JURU KUNCI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sejak rencana akan
diberlakukannya kurikulum 2013 hingga saat ini dimana “barang ini”<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mulai diberlakukan, telah melewati berbagai
pro dan kontra yang cukup serius. Kemudian berdampak pada kenyataan bahwa tidak semua sekolah akan menerapkan kurikulum ini. Kurikulum yang
katanya sebagai perbaikan dari KTSP dan sebagai jawaban semua kegelisahan
pendidikan kita, diberlakukan hanya bagi sekolah tertentu yang ditunjuk dan
yang gurunya siap. hal ini bisa kita lihat kabupaten/kota yang menolak
untuk menerapkan kurikulum ini<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada
sekolah-sekolah yang tidak ditunjuk. Terlepas dari beragam alasan, beberapa
kabupaten/kota seharusnya menghindari disvaritas pendidikan dengan memberi
perlakuan pada setiap satuan pendidikan secara merata. Baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Melihat Draft Kurikulum
2013, serta berdasarkan pengakuan Kemendikbud pada saat kurikulum ini berada di
masa uji publik, bahwa terdapat tiga “jurus” kurikulum 2013 dalam posisinya
sebagai solusi atas pendidikan kita. Atau dalam draftnya, bisa kita mulai dari
tiga dimensi pengembangan pendidikan yang digunakan oleh kurikulum 2013 sebagai
kunci keberhasilan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dimensi pertama</i> adalah peningkatan efektifitas belajar, Kurikulum
dan pelaksananya, guru, menjadi kunci. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dimensi
kedua</i>, meningkatkan lama tinggal di sekolah hingga jenjang SMU melalui
program Pendidikan Menengah Universal, atau program Wajib Belajar 12 tahun. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dimensi ketiga</i> adalah menambah jam
belajar di sekolah hingga sore hari. Ketiga jurus ini harus kita berikan
apresiasi . sebagai praktisi pendidikan, penulis ingin berusaha kritis terutama
terhadap tiga jurus yang telah dikemukakan sebelumnya sebagai bahan pertimbangan
dalam membantu meningkatkan kualitas pendidikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sebagai jurus yang
tidak berdiri sendiri dan tercover dalam sistem kurikulum, tentunya tiga
dimensi tersebut akan saling berhubungan dan saling mempengaruhi <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>satu sama lain. Ketiga dimensi ini bisa kita
pandang sebagai dua kategori yaitu dimensi pertama lebih bersifat kualitas, dan
dimensi kedua dan ketiga lebih bersifat kuantitas. Dimensi kedua dan ketiga ini
hanya akan berjalan dengan baik mencapai tujuannya apabila dimensi pertama
yaitu efektifitas pembelajaran oleh guru dan sekolah bisa dilakukan. Bahakn dimensi
kedua, bisa berdampak serius terhadap dimensi pertama. Dalam banyak kasus,
dimensi kedua dan ketiga justru bisa menghambat dimensi yang pertama. Ini telah
ditunjukkan oleh Ivan Illich dan bisa kita amati secara empiris di sekitar kita
saat ini : menurut Rosyid (2013), semakin banyak sekolah, semakin lama bersekolah,
semakin besar anggaran pendidikan, semakin banyak sarjana, tapi masyarakat tampaknya
tidak semakin terdidik. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Beberapa praktisi
pendidikan dan peneliti mengatakan bahwa asumsi tentang semakin lama waktu
sekolah (wajib belajar 12 tahun) akan semakin baik –dimensi kedua-, serta
asumsi bahwa semakin lama di sekolah (waktu belajar) akan semakin baik –
dimensi ketiga- hanya akan valid apabila dimensi yang pertama yaitu efektivitas
belajar juga baik. Bukankah hal itu sudah bisa kita lihat? Bahwa beragam
kurikulum yang diterapkan diindonesia ujung-ujungnya selalu yang mendapat
perhatian penuh adalah meningkatkan metode, strategi, dan efektifitas belajar. Dimensi
pertama yang lebih mengarah kepada peningkatan kualitas ini<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>cendrung lebih sulit draipada dimensi kedua
dan ketiga yang berkaitan dengan ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sehingga bisa
dikatakan, kegagalan kurikulum ini (semoga saja tidak) dan keberhasilannya
sangat ditentukan oleh kualitas guru yang berada pada sebuah lembaga bernama
sekolah. Sekolah saat ini terlihat tidak mampu menjadi tempat refleksi personal
terhadap lingkungannya. Sehingga keberhasilan siswa sangat tergantung dari
bagaimana siswa tersebut mengenal dan memahami pengalaman diri sendiri
berdasarkan pengalaman guru sebagai panutan. Maka Kurikulum 2013 seperti gunung
merapi yang selalu berada pada status waspada dengan guru sebagai JURU KUNCI.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Apabila sekolah melalui
guru gagal menjadi tempat belajar dan memahami diri seorang siswa terhadap
lingkungannya, maka sekolah hanya akan menjadi lembaga omong kosong tempat
terbunuhnya kreativitas manusia dan karantina kebebasan berpikir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-61361058774129053452013-08-19T23:41:00.002-07:002013-08-19T23:42:43.252-07:00TES PERAWAN SISWA dan KECELAKAAN SENSASI PEMANGKU KEBIJAKAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Pendidikan bukanlah semata-mata untuk menjadikan
siswa mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0Pl4-KlSeX5BXwWoqANpSKXNQkDjtRIS_oR6ELHhOrFfue60lZQqXC3_aGaAPFEUVAHHyZ8PNV2Y0i1OxRg-xWV-AUfQ0V5D2Z1goXG3XPeZwZFlJmKOEWJEzpcBXGG_5k1Cqf3dnPtQ/s1600/1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0Pl4-KlSeX5BXwWoqANpSKXNQkDjtRIS_oR6ELHhOrFfue60lZQqXC3_aGaAPFEUVAHHyZ8PNV2Y0i1OxRg-xWV-AUfQ0V5D2Z1goXG3XPeZwZFlJmKOEWJEzpcBXGG_5k1Cqf3dnPtQ/s1600/1.jpg" height="200" width="180" /></a></div>
Melainkan aga mereka mampu memenuhi
kebutuhan yang benar-benar humanis yaitu self respect dan self actualization
serta mengenal diri sendiri, lingkungan dan Tuhannya”<o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">pemberitaan tentang <span style="color: #333333;">usulan
kebijakan soal tes keperawanan bagi siswi di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan</span>
mengundang </span>Kontraversi publik terkait. Beberapa kalangan setuju dengan
syarat, beberapa lagi menolak dengan beragam argumen dan antisipasi sosial. Memandang
pendidikan di Negara kita yang sudah carut marut dan selalu merangkak mencapai
finish bernama “tujuan”, tentunya pendidikan kita menambah kuota masalah dengan
membawa semboyan “satu pekerjaan belum beres, sudah mau mengambil pekerjaan
yang lain”. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kemerosotan sosial masyarakat yang tidak lain
merupakan salah satu dampak dari pendidikan kita yang kurang bumbu moral dan
jauh dari prinsip humanis, membutuhkan keseriusan dalam membenahi pendidikan secara
sistematis sebagai sebuah system. Dan bukan malah berangkat dari satu ranting
pohon bernama “Status Perawan” dalam kerusakan hutan Pendidikan kita.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Katastrofi di setiap sektor di Negara kita, menjadi
suatu tolak ukur bahwa sebagian masyarakat kita belum mampu mengikuti zaman
yang perubahannya terjadi dengan cepat. Dengan kata lain bahwa pendidikan yang
menjadi hak masyarakat, disediakan dengan kualitas rendah yang tidak menjadikan
masyarakat khususnya siswa sampai pada <i>self
respect</i> dan self <i>actualization</i>. Pendidikan
melalui sekolah yang memberikan mind set pada masyarakat bahwa sekolah sebatas
lulus ujian dan ijazah perguruan tinggi ternyata tidak maksimal dalam
menjadikan manusia Indonesia mengenal diri, lingkungan dan Tuhannya secara
utuh. Sehingga penulis sangat yakin bahwa memperbaiki moral masyarakat
khususnya generasi, seharusnya menjadikan pendidikan sebagai alat utama dalam
membangun masyarakat yang berpikir sistematis dan ilmiah dan religious.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Selain tes keperawanan pada siswa dapat menimbulkan
dampak psikologis individu, tidak menutup kemungkinan akan muncul permasalahan
baru yang merusak tatanan sosial masyarakat serta proyek-proyek liberal yang
merugikan masyarakat. Setelah mengetahui siswa tidak perawan, lalu mau apa? Pertanyaan
ini seharusnya menjadi bahan kajian yang serius dan cerdas oleh semua pengambil kebijakan di daerah. Meskipun
hasil tes keperawanan tidak dipublikasikan, hal ini tetap akan merusak
psikologi individu dalam bersosialisasi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bukankah tujuan pendidikan kita adalah menuju undang
dasar 1945 dan nilai pancasila? Makna merdeka yang telah kita dapatkan bukanlah
kemerdekaan yang didapatkan oleh manusia perawan. Tapi manusia-manusia yang
memiliki nilai dan semangat juang untuk memikirkan nasib generasinya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada akhirnya, saya sangat tidak setuju dalam bentuk
apapun terhadap tes keperawanan yang merambah dunia pendidikan. Bagi saya, tes
keperawanan hanyalah sensasi yang yang tidak tepat waktu dan tempat. Serta suatu
metode yang tidak cerdas dalam mewujudkan bangsa yang bermoral dan tidak
sejalan dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-18346127476568542582013-08-13T19:36:00.004-07:002013-08-22T22:06:52.521-07:00TEKUN ALA EINSTEIN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">“Saya bukannya
pintar, boleh dikatakan hanya bertahan lebih lama menghadapi masalah”.<br />~Albert Einstein</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in;">
<span style="font-family: Tw Cen MT, sans-serif;"><span style="line-height: 18px;"><br /></span></span><span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<o:p></o:p><span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pada
umumnya, hanya ada dua pilihan akhir dari kehidupan manusia, yaitu sukses atau
gagal. Beberapa orang sukses dan orang
hebat di dunia selalu menyampaikan pesan tersirat bahwa dalam meraih
kesuksesan, sebelumnya mereka selalu bertemu dengan kegagalan. Sebut saja seorang Dahlan Iskan, di pojok “Sarapan
Pagi” Lombok Post, dia berbicara tentang
sukses dalam bisnis, dia mengatakan “Bisnis itu tidak ada pelajarannya, tidak
ada pendidikannya, tidak ada literaturnya, tidak ada bisnis yang sukses
dilakukan setelah mengikuti seminar. Tapi bisnis itu seperti naik sepeda.
Pertama-tama Anda pegang sepeda itu, menuntunnya, lalu menaikinya, dan coba
menjalankannya. Setelah itu Anda akan terjatuh dan bangun lagi serta akan terus
berusaha untuk bisa menjalankan sepeda itu. Ya, seperti itulah bisnis” </span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pada
kesempatan lain pun, seorang Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau akrabnya
Jokowi, mengutarakan kunci sukses pada sebuah stasiun TV Swasta dengan bahasa
yang sangat sederhana. “Sukses itu tidak ada teorinya, ketika kamu ingin
sukses, coba sesuatu, lalu kamu gagal, coba lagi, gagal lagi, coba lagi dan
terus coba sampai kamu sukses” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Dua
tokoh di atas merupakan beberapa contoh orang yang tekun dalam mengejar sukses.
Saya tidak ingin mengutarakan definisi tekun. Contoh di atas bisa memberikan
gambaran jelas kepada Anda semua bahwa seperti itulah kira-kira ketekunan. Jika
Anda pernah melihat pohon pisang, Anda bisa melihat seperti itulah tekun. Pohon
pisang tidak pernah berhenti bertunas hingga berbuah. Tekun juga seperti itu,
ketika kita ingin menjadi sesuatu atau ingin berhasil mendapatkan apa yang kita
inginkan, maka kita tidak boleh putus asa dan berhenti ketika bertemu dengan
masalah dan tantangan, justru kita harus tetap berusaha dan terus berusaha.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Dalam
belajar, baik sebagai mahasiswa ataupun siswa, ketika kita mendapatkan sebuah
tugas atau pekerjaan rumah dari guru ataupun dosen, kita senantiasa pernah bertemu dengan
kebuntuan. Sebagian dari kita akan merasa malas dan berhenti untuk melanjutkan,
dan sebagian lagi akan terus berusaha hingga menemukan jawaban. Dua sikap ini
akan menjadi pilihan dalam menyelesaikan tugas. Ketika kita mengalami kebuntuan
dalam mengerjakan tugas, beberapa dari kita selalu dimanjakan dengan kebiasaan
buruk dan hati kita berkata “Ah,, besok saja dikerjakan di sekolah atau di kampus,
saya bisa nyontek pekerjaan teman-teman yang sudah selesai”. Pernahkah kita
berfikir sejenak, jika semua teman-teman kelas kita berfikir hal yang sama
dengan apa yang kita fikirkan, maka kita akan selalu menjadi terbelakang. Atau
meskipun kita copy paste pekerjaan teman kelas, siapa yang menjamin bahwa hasil
pekerjaan teman kita benar dan tidak menyesatkan. Di sinilah kita membutuhkan
ketekunan. Tekun dimulai dari hal yang sederhana. Menyelesaikan hal-hal yang
kecil sebelum kita berhadapan dengan hal yang besar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika
Anda bertemu dengan kejenuhan atau kebuntuan bahkan masalah dalam menyelesaikan
suatu tugas, Anda tidak boleh berhenti !!!. Tapi cara yang terbaik adalah Anda
istirahat sejenak, mencari inspirasi, motivasi, refresh, lalu kembali
menyelesaikan tugas Anda. Seperti katanya para pejuang “Kita mundur bukan
karena menyerah, melainkan kita istirahat untuk kembali melanjutkan perjuangan”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jika
bertemu dengan kebuntuan ketika mengerjakan tugas atau PR dari guru dan Dosen, </span><span style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US;">kita harus</span><span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> lawan hingga sampai
kepada suatu jawaban dan hasil,</span><span style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US;"> setelah itu
nikmati</span><span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> bagaimana rasanya? Memuaskan bukan?.
Berhasil dalam menyelesaikan tugas oleh usaha kita sendiri rasanya seperti kita
baru saja berhasil memindahkan gunung. Dan pada saat itu, kita akan merasa
bahwa kita adalah satu-satunya yang berhasil. Semangat akan tumbuh dan dengan
mudah, kita akan berkata “Apakah ada yang lebih sulit dari ini lagi?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketekunan
merupakan sifat luhur yang mulai langka di zaman modern ini. Ketekunan
seseorang bisa dilihat dari bagaimana cara orang tersebut menghadapi kegagalan
yang tidak terelakan. Mungkin ada benarnya sebuah ungkapan yang mengatakan
bahwa kegagalan itu adalah awal dari kesuksesan. Karena meraih sukses itu tidak
mungkin tanpa hambatan dan tantangan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jika Anda menginginkan sesuatu, maka cobalah. Anda
takut gagal? Semua orang pastinya pernah gagal. Hanya orang yang tidak pernah
mencoba yang tidak pernah gagal. Justru di sinilah ketekunan kita akan diuji.
Atau Anda ingin mengikuti jejak orang-orang gagal terdahulu. Jika Anda ingin
tekun, maka Anda harus sadar dan yakin serta siap untuk gagal. Karena banyak
orang di zaman ini yang tidak siap sewaktu harus menghadapi kesulitan dan
kegagalan. Tidak adanya ketekunan dalam diri menyebabkan orang-orang menyerah
begitu saja. Menurut pengamatan Morley Callaghan, dia mengatakan bahwa “Begitu
banyak orang mengatasi kegagalannya dengan cara merusak diri sendiri, Mereka
terus menerus mengasihi diri sendiri, menyalahkan semua orang, merasa getir,
dan menyerah”.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tekun
adalah kata yang sangat mudah diucapkan tetapi begitu sulit untuk dipraktikkan.
Satu-satunya cara untuk mengawali ketekunan adalah kita harus memiliki
keyakinan yang kuat atas apa yang kita inginkan. Jika kita sudah yakin, maka
kita pun akan berusaha dan bertahan dengan sungguh-sungguh terhadap apa yang
kita yakini. Keyakinan yang kuat akan membuat kita semakin kuat mengahadapi
masalah dan kegagalan. Dengan keyakinan kuat, kita akan memandang bahwa semua
masalah dan kegagalan pasti memiliki hikmah. Apa hikmahnya? Orang yang belajar
dari kegagalan akan memperoleh pemahaman yang lebih, serta akan lebih siap.
Karena kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal dan tidak menyebabkan orang
terpuruk selama-lamanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mencoba
bangkit setelah mengalami kegagalan memang tidak selalu mudah. Kadang-kadang
kita dihadapkan pada masalah yang mustahil diatasi, sehingga kita akan merasa
kewalahan, jenuh, malas, dan hilang semangat. Tapi ingat, selama ada keyakinan yang kuat,
masalah dan gagal pasti akan bisa kita lewati. Seperti lirik sebuah lagu “Badai
pasti berlalu”. Memang begitulah kenyataannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">“Saya
seorang mahasiswa, bagaimana caranya agar saya bisa tekun dan berhasil dalam
kuliah?” pertanyaan ini mungkin muncul di benak anda semua saat ini. menjawab
pertanyaan ini susah-susah gampang. Saya sendiri belajar di bangku kuliah
selama Lima Tahun Tiga Bulan. Seharusnya sih cuma Empat Tahun. Tapi saya tidak
ingin menyesatkan Anda semua dengan pemikiran sesat bahwa semakin semakin lama
kuliah kita akan semakin hebat. Justru sebaliknya saya ingin menempatkan diri
sebagai sampel manusia yang tidak tekun saat kuliah. Membandingkan diri yang
tidak tekun dengan beberapa teman yang tekun ketika kuliah, pada akhirnya saya
membuat beberapa benang merah sebagai tips agar Anda tekun sebagai mahasiswa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<i><span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pertama</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">,
tetapkanlah tujuan yang bermanfaat dan masuk akal. Dalam hal menetapkan tujuan,
suatu hari saya pernah jalan-jalan mengelilingi kota Sumbawa, sehingga ketika
saya sampai di sebuah perempatan, saya berhenti sejenak karena kebingungan.
Melihat saya yang kebingungan, seorang Polisi yang saat itu sedang di Pos Jaga
keluar menghampiri saya. Saya langsung bertanya, “Pak, Jalan mana yang harus saya pilih?”. Dia
(Polisi) bukannya menjawab malah bertanya kembali “Memangnya kamu mau kemana?”.
Pertanyaan Polisi tersebut membuat saya malu. Akhirnya saya berpikir, dan
merenungi bahwa bagaimana mungkin kita akan memilih jalan sementara kita tidak
memiliki tujuan yang jelas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> “Saya ingin menjadi apa?” Itulah yang pertama
kali harus kita miliki. Menetapkan tujuan dari sekarang tentunya akan mulai
menentukan akan jadi apa kita kedepan. Menetapkan tujuan juga akan menetapkan apa
yang kita cintai dan kita sukai sesuai dengan kemampuan kita. Memilih sekolah,
memilih perguruan tinggi, dan memilih tempat belajar lahir setelah kita
menetapkan tujuan. Sehingga jangan heran melihat fenomena dan fakta saat ini
dimana sebagian besar wilayah di Indonesia dipenuhi oleh sarjana pengangguran.
Salah satu faktor penyebab kegagalan seseorang setelah kuliah adalah karena
mereka tidak menetapkan tujuan sebelum kuliah. Sehingga banyak dari lulusan SMA
sederajat <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kedua,
menetapkan cara atau metode untuk mencapainya. Pada tahap ini, kita akan mulai
menyusun rencana dari A sampai Z. Rencana yang kita buat merupakan alur metode
yang kita pilih untuk mencapai tujuan. Jika kita gagal membuat rencana, maka
pastinya bahwa kita telah merencanakan kegagalan. Dan yang ketiga adalah
konsisten. Muhammad SAW berpesan, “Bahwasanya Allah lebih menyukai manusia yang
melakukan hal-hal kecil tapi konsisten dari pada melakukian hal besar tapi
tidak konsisten”. Tiga metode yang telah disebutkan merupakan hasil pengkajian
dengan membandingkan apa yang ada pada mahasiswa sukses dan tidak saya miliki
pada saat kuliah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US;">Dari menikmati rasa ingin tahu, kemudian menanamkan
ketekunan, akan melatih otak kita untuk selalu berpikir. Otak diciptakan oleh
tuhan bukan sekedar hiasan pelengkap isi
kepala. Melainkan suatu organ yang dipenuhi dengan keajaiban dan sebagai alat
berpikir. Kenapa harus berpikir? Seorang ilmuan bernama Rene Descartes berkata
“Aku ada karena Aku berpikir”. Lalu Einstein berpesan tentang pentingnya
berpikir dengan mengatakan “Aku berpikir terus menerus berbulan-bulan dan
bertahun-tahun, Sembilan puluh Sembilan kali dan kesimpulannya salah, untuk
yang keseratus Aku benar”. Apakah kita sudah pernah berpikir sebanyak seratus
kali untuk menemukan suatu kesimpulan? Sebagai seorang siswa ataupun mahasiswa,
jarang sekali diantara kita yang mau berpikir keras tentang suatu hal. Sekali
saja kita berpikir, kita biasanya dihantam oleh perasaan malas lalu menyerah. Atau
karena memang kita sudah dimanjakan oleh kalimat “Jangan terlalu banyak
berpikir, nanti cepat tua”. Jika benar seperti itu, lalu siapa yang akan
menyelesaikan semua permasalahan yang akan kita hadapi? Siapa yang akan
bertanggung jawab terhadap masa depan kita? Siapa lagi kalau bukan kita.
Manusia bukanlah barang elektronik. Barang elektronik sejak diproduksi telah
lengkap dengan buku panduan dan keterangannya. Tapi manusia lahir hanya
berbekal akal untuk berpikir. Jika akal yang menjadi satu-satunya modal manusia
sejak awal, secara otomatis keberhasilan dan kesuksesan kita akan tergantung
dari bagaimana akal kita. Akal pun harus kita tumbuh kembangkan dengan cara
berpikir sesering mungkin. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></div>
<span lang="IN" style="font-family: "Tw Cen MT","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Jika Anda
ingin menjadi sukses, maka tekunlah, dan jika Anda ingin menjadi orang tekun,
mulailah dari sekarang, karena besok belum tentu jadi milik kita.</span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-91574654715108164462013-08-13T19:30:00.001-07:002013-08-21T23:11:08.761-07:00MENIKMATI RASA INGIN TAHU<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: large;"><b>“Saya bukan
memiliki bakat khusus, saya hanya menikmati rasa ingin tahu” </b></span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: large;"><b><br /></b></span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: large;"><b>~ Albert Einstein </b></span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: large;"><b><br /></b></span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;"><b><i><span style="font-size: x-large;">R</span></i></b>asa
ingin tahu merupakan suatu kodrat yang tuhan berikan kepada semua manusia.
Karena pada hakikatnya rasa ingin tahu merupakan salah satu ciri bahwa manusia
memiliki akal, sebagai pembeda dari mahluk Tuhan yang lainnya. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Rasa
ingin tahu selalu bermula dari salah satu atau sebagian dari pertanyaan berikut;
Apa, Mengapa, Bagaimana, Di mana, Kapan, dan Siapa. Bahkan seorang Ilmuan
bernama Plato berpesan “Biarkanlah mereka bertanya mengapa, mengapa dan
mengapa, karena dengan ‘mengapa’ mereka akan mendapatkan banyak pengetahuan”.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Hampir
semua orang hebat dengan karya-karya besarnya di seluruh dunia menempatkan rasa
ingin tahu sebagai awal berkarya menuju orang besar. Tentunya kita tahu bahwa
seorang Archimedes dengan persamaan sederhananya</span><span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">, dimana masa jenis suatu benda
sebanding dengan massa dan volume benda tersebut. Archimedes tidak menerima
persamaan tersebut dari langit. Melainkan berawal dari rasa ingin tahu tentang
bagaimana mengetahui tingkat keaslian suatu benda. Dikisahkan bahwa pada saat
itu Archimedes diperintahkan oleh seorang raja untuk menyelidiki apakah mahkota
emas yang dimiliki raja tersebut asli atau palsu. Rasa ingin tahu Archimedes
menemaninya hingga pulang ke rumah dan menjadikan dia selalu berfikir keras untuk
menemukan suatu cara logis. Dan pada akhirnya, ketika dia berendam di bak penuh
air, sebagian air tersebut keluar bak, lalu dia dengan spontan teriak gembira
setelah melihat air tersebut keluar. Bagaimana tidak, fenomena itu membuat dia
berfikir bahwa volume dirinya sama besar dengan volume air yang keluar dari
bak. Dari sinilah dia menghubungkan rasa
ingin tahunya. Dari fenomena ini pula konsep masa jenis bermula. Sehingga dia
membuat konsep bahwa ketika suatu benda dimasukkan ke dalam Fluida (Zat alir),
maka masa benda akan sama dengan masa fluida yang dipindahkan.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Archimedes adalah salah satu dari
sekian banyak orang hebat yang menempatkan rasa ingin tahu sebagai awal mula
suatu penemuan. Dan salah satu contoh dari sekian banyak contoh yang ada.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Lalu
bagaimana dengan diri kita? Terlepas dari apapun profesi dan status kita, baik
sebagai pelajar, mahasiswa, pendidik, dan bahkan orang tua, tentunya kita memiliki
rasa ingin tahu. Yang membedakan kita dengan manusia lain hanyalah seberapa
kuat rasa ingin tahu itu bertahan pada diri kita. Karena kekuatan rasa ingin
tahu lah yang menjadikan tingkat pengetahuan kita di puncak menara tertinggi.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Bagaimana
dengan rasa ingin tahu yang ada pada diri kita? Sekarang tanyakan pada diri
Anda, “Apakah saya pernah memiliki rasa ingin tahu?”, “Apakah rasa ingin tahu
yang saya miliki selama ini, saya temukan jawabanya?” pertanyaan ini merupakan
pertanyaan yang sangat penting, khususnya pertanyaan yang kedua. Mengapa saya
katakan penting? Karena sebagian besar dari kita biasanya selalu berhenti
sebelum menemukan jawaban. Dalam mengikuti rasa ingin tahu, setiap orang
tentunya akan bertemu dengan kejenuhan, keletihan dan bahkan rasa malas. Maka
mulailah dari sekarang untuk menanamkan tekad bahwa “Kejenuhan, keletihan,
malas dan kroni-kroninya adalah musuh yang harus dibasmi sebelum mereka semua
membasmi rasa ingin tahu pada diri kita”.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Menemukan
jawaban dari rasa ingin tahu, pada saat ini tentunya lebih mudah dibandingkan dengan
beberapa abad yang telah lewat. Hidup di zaman teknologi yang serba cepat
berkembang, kita dimanjakan dengan jutaan dan bahkan milyaran jawaban. Sebut
saja ketika kita ingin mengetahui “Mengapa lampu bisa menghasilkan cahaya?”
kita hanya butuh beberapa detik ketika bertanya kepada Mbah Google. Mbah Google
akan memberikan informasi yang lengkap, detail, baik berupa hipotesa, Hukum,
bahkan eksperimen-eksperimen. Jika Mbah Google merasa kurang mampu, dia akan memberikan
kita rujukan-rujukan lengkap baik dari tulisan beberapa abad yang lalu maupun referensi yang baru ditulis
beberapa hari sebelumnya. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Memiliki
rasa ingin tahu merupakan suatu anugrah Tuhan yang patut disyukuri. Maka kita
harus memeliharanya dengan keyakinan yang kuat bahwa itu adalah modal terbesar
untuk menguasai Dunia. Memiliki rasa ingin tahu sama halnya dengan beternak.
Ketika kita memiliki satu pasang hewan ternak, maka kita harus sungguh-sungguh
memeliharanya, menjaganya melewati tantangan alam seperti penyakit dan iklim
sampai hewan tersebut berkembang biak menjadi banyak. Sehingga kita bisa
menghitung berapa banyak keuntungan yang kita dapatkan dari modal sepasang
hewan ternak. Tapi jika kita tidak serius dan tidak yakin, maka hanya ada dua
pilihan, ternak kita tidak akan berkembang biak bahkan mati oleh tantangan
alam. Begitu juga rasa ingin tahu. Ketika kita memiliki rasa ingin tahu
terhadap satu hal, maka kita harus yakin dan berusaha sungguh-sungguh untuk
menemukan jawabannya. Dalam proses mencari satu jawaban, kita akan menemukan
ratusan bahkan ribuan pengetahuan yang berhubungan dengan satu jawaban yang kita
inginkan. Tapi apabila rasa ingin tahu terhadap satu hal saja enggan dan malas
untuk kita cari tahu jawabannya, maka pastikan kita akan menjadi manusia
kebingungan dan “sok tahu” atas segala sesuatu. Dan sudah pasti kita tidak akan
pernah tahu karena kita tidak berusaha untuk mencari tahu.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Tuhan
menciptakan Alam semesta sesungguhnya bukan semata-mata hanya untuk kita
nikmati. Melainkan agar kita berfikir. Dengan berfikir kita akan mengetahui
tentang sisi banyak hal. Sebagian besar dari kita enggan menggunakan akal untuk
berfikir sehingga akal menjadi tumpul dan tak berdaya. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Apakah
kalian sudah siap sukses dan menjadi orang hebat? “Tapi saya ini hanya anak
seorang petani, bagaimana mungkin bisa sukses”. Apakah Einstein itu anak
seorang presiden? Apakah anak petani dilarang menjadi orang hebat? “iya sih,
tapi nilai saya di sekolah selalu buruk, saya tidak memiliki bakat apapun”
Apakah orang yang nilai raportnya buruk tidak boleh maju menjadi orang hebat?
Einstein adalah anak seorang pedagang sederhana. Bahkan nilai-nilai einstein
ketika sekolah selalu terbelakang. Lalu apa masalahnya? “Einstein kan hidup di
Jerman, belajar di Amerika, nah...kalo saya kan di Indonesia”. Stop!
Berhentilah mencari alasan. Setidaknya Einstein juga manusia, Indonesia juga
tidak kalah Sumber daya alamnya dibanding negara lain. Kenapa kita selalu
menjadikan lingkungan dan orang lain sebagai alasan? Kesuksesan yang kita raih
itu berawal dari diri kita sendiri. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Jika
Anda pernah menonton film Dokter Carson atau membaca bukunya, Anda mungkin akan
paham dan mengerti bahwa kita akan menjadi apa yang kita inginkan. Dokter
Carson adalah seorang Dokter pertama yang berhasil melakukan operasi pemisahan
kembar siam dengan selamat. Dia selalu berkata kepada ibunya ketika masih duduk
di bangku Sekolah Dasar, “Bu, Saya ini bodoh dan tidak mungkin bisa menjadi
orang pintar”. Tapi ibunya terus memberi motivasi dan mengatakan “Engkau tidak
bodoh, hanya saja engkau belum berusaha keras untuk menggunakan otak mu”. Lalu
dia mulai belajar menggunakan otaknya. Bagaimana? Dia menggunakan waktu
luangnya untuk membaca buku yang dia sukai di perpustakaan lalu menceritakan
isi buku tersebut kepada ibunya. Sampai suatu ketika, Carson pulang dari
sekolah berjalan kaki lalu menemukan sebuah batu yang berbeda dari batu lain di
sekitarnya. Rasa penasaran Carson membawanya untuk mencari buku tentang Batu
dan Mineral di perpustakaan. Sehingga dia mengetahui dan menemukan bahwa batu
yang ditemukan itu adalah Obsedien. Bukan nama saja yang dia tahu, bahkan dia
mengetahui bagaimana cara terbentuknya. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span lang="IN" style="font-family: 'Tw Cen MT', sans-serif; line-height: 115%;">Beberapa
kisah yang telah disebutkan adalah sebagian kecil dari milyaran kisah
orang-orang hebat yang menggunakan dan menikmati rasa ingin tahunya untuk
menguasai pengetahuan. Dengan terus mengikuti rasa ingin tahu, kita akan
mengetahui siapa kita dan apa bakat kita. Dengan membiarkan rasa ingin tahu terus
mengalir di otak kita, tidak menutup kemungkinan kita akan membuat suatu karya
hebat yang bermanfaat bagi dunia.</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-55118338654264937602013-08-13T19:03:00.003-07:002013-08-21T23:15:19.433-07:00DENDAM TAK DISENGAJA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; line-height: 15.454545021057129px;"><span style="line-height: 15.454545021057129px;"><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace; font-size: x-large;"><b>S</b></span></span><span style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">etelah sekian banyak aksi kekerasan yang terjadi di Indonesia, dari tingkat pelajar, masyarakat, hingga kemarin (18/07/2013) tentang bentrok antara Front Pembela Islam (FPI) dengan Masyarakat di Kendal, mengundang reaksi dan perhatian publik yang cukup besar. Dua hari yang lalu, di Sekretariat Institut Rumah Edu Samawa (IRES) juga menjadikan kekerasan di Indonesia sebagai Trend Topik. Setelah beberapa teman dan Pengamat dari LSM memberikan pandangan-pandangannya, tiba-tiba salah seorang teman bertanya ke IRES. “Lalu bagaimana pandangan IRES terhadap bentrok FPI di Kendal serta kekerasan yang sejenis?” pertanyaan ini sangat sulit dijelaskan secara sederhana. Mengikuti pandangan Ahmad Baedowi terhadap kekerasan yang terjadi di Monas, maka IRES juga memiliki pandangan yang sama namun judul berbeda “Dendam Tak Disengaja” itulah sebutan yang kiranya memiliki korelasi yang sesuai secara teoritis terhadap bentrok Kendal dan kekerasan yang terjadi selama ini. “Dendamnya siapa?” Tanya salah seorang anggota diskusi. “Guru” dengan spontan IRES menjawab. “Lho, Kok bisa?” Guru sebagaimana orang tua, adalah komponen yang sangat paling memungkinkan memberikan pengaruh terhadap jalan pikiran dan prilaku seorang murid , karena guru memiliki daya pikat dan daya tarik tersendiri ketika mengajar. Sehingga IRES akan mencoba mengkorelasikan antara gaya menagajar guru dengan beberapa kekerasan yang terjadi tidak terkecuali FPI.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; line-height: 15.454545021057129px;">
</span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 15.449999809265137px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"><span style="font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">Terdapat empat tipe pola mengajar yang umum diketahui dalam perspektif psikologi pendidikdan. 1) lalai (Negligent), 2) otoritatif (Authoritative), 3) terlalu hati-hati (Indulgent), dan 4) otoriter (Authoritarian). Lalu bagaimana empat tipe mengajar ini bisa mengarah kepada sikap peserta didik? Melihat dalam unsure mengajar, seorang guru harus memiliki unsure kehangatan (Warmth) dan Kontrol (Control). Kita bisa mengidentifikasi bagaimana tipe mengajar setiap guru dengan melihat dua unsur di atas. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">
</span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 15.449999809265137px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"><span style="font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">Misalnya, apabila seorang guru memiliki kehangatan dan kontrol yang kuat terhadap peserta didik dalam mengajar, maka akan bisa dipastikan guru tersebut adalah guru yang otoritatif. Pengaruhnya bisa menjadikan peserta didik memiliki kecendrungan untuk lebih percaya diri, mampu mengendalikan diri, selalu gembira, mampu bekerja sama dan bersahabat dengan semua orang. Sebaliknya, bila unsur kehangatan dan kontrol tidak dimiliki oleh seorang guru dalam mengajar peserta didiknya, maka dipastikan guru tersebut adalah tipe guru lalai (Negligent). Dampaknya seorang murid kemungkinan akan menjadi nakal, tidak patuh, cepat frustasi, serta tidak mampu mengendalikan diri. Ketika seorang guru memiliki kehangatan dalam mengajar, namun tidak memiliki kontrol terhadap peserta didik, maka guru tersebut masuk dalam tip eketiga yaitu terlalu berhati-hati (Indulgent), yang akibatnya peserta didik mudah memiliki kecendrungan agresif dan impulsive, tidak dewasa, kurang perhatian dan bahkan tidak patuh. Yang terakhir adalah guru otoriter, yaitu guru yang memiliki kontrol yang kuat terhadap peserta didik namun tidak dibarengi dengan kehangatan dalam berinteraksi dengan peserta didik. Dampaknya adalah peserta didik akan mudah marah, tidak stabil, cemas, gelisah, khawatir, tidak merasa aman dan bahkan akan sangat agresif.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">
</span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 15.449999809265137px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"><span style="font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">“apakah mungkin anggota FPI, serta anggota beberapa kelompok yang melakukan kekerasan selama ini, ketika di sekolah diajar oleh guru yang memiliki karakter otoriter dan Indulgent?” meskipun begitu sulit untuk dilacak satu persatu di mana mereka pernah sekolah, hal tersebut sangat mungkin terjadi. Bisa jadi mereka bersekolah di lingkungan yang kurang kondusif, misalnya, dari tulisan Paox Iben yang membaca konflik di BIMA, salah satu faktor kerusuhan dan konflik adalah mahasiswa yang dulu belajar dari lingkungan yang tingkat kondusifitas dan karakter lingkungan yang berbeda. Dalam pandangan IRES, sangat mungkin bahwa dulu mereka sekolah di lingkungan yang guru-gurunya otoriter dan Indulgent. Terutama guru-guru yang tertekan secara emosional karena tingkat pendidikan dan gaji yang kurang sehingga mereka tidak mampu mengerahkan kemampuan terbaik dan mereka tertekan sebagaimana kondisi umum dunia pendidikan kita. </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">
</span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 15.449999809265137px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"><span style="font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">Terlepas dari pertentangan ideologi dan prinsip, sudah seharusnya semua pihak terutama pemerintah memperhatikan dengan sangat sangat sangat sangat serius pendidikan kita. Agar masyarakat menjadi cerdas dan tidak mudah terjerumus kedalam isu-isu pertikaian dan mengarah kepada konflik tak berujung. Pendidikan kita harus melahirkan generasi-generasi pemaaf, yang cukup kuat untuk mengakui kelemahann dan kekurangannya, yang rendah hati atas kelebihan dan kemenangan, serta mampu mengenal diri sendiri dan Tuhannya, karena itu adalah landasan dari ilmu pengetahuan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">
</span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 15.449999809265137px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;"><span style="font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">*)Penulis adalah Direktur Institut Rumah Edu (IRE)</span></span></div>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 12.727272033691406px; line-height: 15.454545021057129px;">
</span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-24757348670685180772013-04-01T00:24:00.000-07:002013-08-21T23:32:46.317-07:00MENGUJI INTEGRITAS PENDIDIK DENGAN KURIKULUM 2013<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGr_qALBOPGC3cra9L3oOGvdt9HMqWHuZJnkyn-3YzRaM_75SdObmJYuBcXRdoboj9RfAK-GgAILQC_8cNhtN6v8soomykFt1FvcQVy2ZwONcPhvnr_5LRh3YFbgjom3rPo0lNRPxhUkI/s1600/GURU.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGr_qALBOPGC3cra9L3oOGvdt9HMqWHuZJnkyn-3YzRaM_75SdObmJYuBcXRdoboj9RfAK-GgAILQC_8cNhtN6v8soomykFt1FvcQVy2ZwONcPhvnr_5LRh3YFbgjom3rPo0lNRPxhUkI/s1600/GURU.jpg" height="139" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pendidikan
berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat merupakan salah satu landasan filosopi pengembangan
kurikulum di Indonesia. Perubahan-perubahan kurikulum sejak tahun 1945
merupakan suatu langkah yang diambil Pemerintah dalam mencari bentuk kurikulum
yang ideal mengikuti dinamika kehidupan masyarakat. Kurikulum KTSP yang berumur
6 tahun, dengan beberapa kelemahan dipandang belum mampu menjawab tantangan
masyarakat, sehingga Kemendikbud pun mencoba kurikulum 2013 yang menurut jadwal
akan dimulai sekitar Juni 2013 mendatang. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menghadapi
kurikulum baru, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lembaga pendidikan
Negeri maupun Swasta tentunya wajib mempersiapkan superioritas intelektualnya
sebagai salah satu faktor dominan pendukung dan penentu keberhasilan kurikulum.
Terjadinya kesenjangan kondisi pendidik saat ini, dimana mereka hanya mampu
memenuhi kompetensi profesi saja. Ini menjadi salah satu alasan lahirnya
Kurikulum 2013 sebagai alat menuju kondisi ideal pendidik dan tenaga
kependidikan, diharapkan mereka tidak hanya mampu memenuhi kompetensi profesi
saja, melainkan harus mampu memenuhi kompetensi pedagogi, sosial dan personal
serta memiliki motivasi mengajar yang tinggi. Pemenuhan kompetensi ideal
merupakan suatu jawaban dalam menghadapi tantangan masa depan dan kompetensi
masa depan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><i>Profesional Development</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pengembangan kemampuan
professional (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Profesional Development</i>)
merupakan usaha sadar dan berkelanjutan dalam meningkatkan mutu tenaga
kependidikan di sebuah lembaga pendidikan. Menurut Baedowi (2012), proses
pengembangan kemampuan pendidik didasarkan pada enam prinsip. Pertama, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">managemen</i> sekolah harus berusaha
menumbuhkan kesadaran dan minat di kalangan guru untuk terus menerus<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>belajar agar mereka mampu merespon tuntutan
profesionalitas<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang berjalan secara dinamis. Prinsip yang
pertama ini dirangkul oleh kurikulum 2013 dengan menerapkan pembelajaran
tematik integratif, serta konsep mutu yang tidak didasarkan pada kendali mutu (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Quality Control</i>), melainkan didasarkan
pada jaminan mutu (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Quality Assurance</i>).
Artinya profesionalisme seorang pendidik dalam konteks penilaian proses atau
kualitias belajar peserta didik akan memaksa sekolah khususnya pendidik untuk
selalu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Up to Date</i> terhadap segala informasi
dalam memenuhi tuntutan profesionalisme dan ilmu pengetahuan yang dinamis dan
selalu berkembang dengan cepat. </span><br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kedua,
proses pembelajaran merupakan kunci utama mencapai hasil pendidikan yang
optimal. Prinsip kedua ini merupakan harapan setiap kurikulum tidak terkecuali
kurikulum 2013. Perlunya pendidik dalam menguasai materi yang akan diajarkan
serta menguasai model, metode maupun pendekatan pembelajaran merupakan suatu
kesatuan yang harus dimiliki seorang pendidik dalam memenuhi kompetensi profesi
maupun kompetensi pedagogi. Kondisi pendidik saat ini dalam memandang suatu
model, metode ataupun pendekatan pembelajaran hampir sama dengan kaum muda yang
mengikuti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Life Style</i>. Sebagaian besar
pendidik begitu hobi menggunakan model, metode ataupun pendekatan pembelajaran
yang baru tanpa melihat relevansinya dengan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>kebutuhan peserta didik, kultur, maupun ketersediaan sarana prasarana.
Alhasil proses pembelajaran pun akan kurang optimal. Kurangnya pemahaman dan
motivasi belajar tentang suatu materi maupun metode pembelajaran merupakan
salah satu faktor tidak mampunya seorang pendidik dalam memenuhi kompetensi
professional, pedagogi maupun personalnya.</span><br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ketiga,
interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prinsip ketiga ini lebih menekankan pada
kemampuan seorang pendidik dalam berkomunikasi. Kurikulum 2013 dengan integrasi
mata pelajaran serta penambahan jumlah jam belajar yang didasarkan pada <i style="mso-bidi-font-style: normal;">OECD Average</i>, akan memaksa pendidik yang
hanya selalu mendewakan papan tulis dalam proses belajar mengajarnya, agar
lebih kreatif, inovatif, serta belajar dan memperbaiki diri dalam
mengkomunikasikan materi ajar. Penilaian yang lebih menekankan pada proses,
menuntut pendidik untuk lebih intens dan sistematis dalam berinteraksi dengan
peserta didik.</span><br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Keempat,
peserta didik sebagai subjek pembelajaran. Kelima, kreativitas guru dalam
mengembangakan pembelajaran partisipatif. Kedua prinsip ini saling berhubungan.
Sekaligus dua hal yang selalu diabaikan oleh pendidik. Peserta didik sebagai
subjek pembelajaran hanyalah judul laporan pembelajaran pada setiap Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagian pendidik. Selama ini<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>peserta didik di sebagaian besar sekolah ibarat
jam’ah yang mendengar ceramah dan khutbah tanpa suatu umpan balik. Sehingga
daya kritisnya pun ikut mati ditelan sistem belajar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang tidak memadai. Faktor ini menjadi PR
pendidik untuk lebih sering mengembangkan pembelajaran melalui riset dan
penelitian tindakan. Sehingga penelitian-penelitian oleh pendidik bukanlah
sekedar suatu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>formalitas untuk menaikkan
golongan jabatan, melainkan lebih kepada evaluasi seorang pendidik terhadap profesionalitas,
pedagogi, sosial dan personalnya.</span><br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Keenam,
dukungan dan peran serta masyarakat. Masyarakat di sini adalah yang berhubungan
langsung dengan sekolah. Dalam hal ini adalah Komite Sekolah yang di dalamnya
adalah orang tua dari peserta didik. Keberhasilan dan kegagalan peserta didik
tanggung jawab siapa? Jika pertanyaan ini di hadapkan pada guru, maka sebagian
mereka akan menjawab orang tua. Tetapi akan sebaliknya jika pertanyaan itu
dihadapkan pada orang tua. Sebagian besar mereka akan menjawab bahwa tanggung
jawab terbesar kegagalan dan keberhasilan peserta didik adalah guru. Tentunya
pro kontra ini menjadi bukti bahwa masyarakat dan pendidik di Negara kita
kurang berani mengakui dan jujur terhadap kelemahan masing-masing. Pepatah
“guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari” merupakan senjata yang
selalu digunakan oleh beberapa pihak dalam menuding guru. mungkin semua orang
tua harus diajak menonton cuplikan film Gladiator. Kenapa Gladiator? Di
cuplikan film tersebut terdapat adegan yang baik tentang peran orang tua
terhadap anak-anaknya. Dimana ketika Caesar sebagai orang tua dibunuh oleh
anaknya Commondus. Lalu Caesar bersimpuh dan berkata “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Your fault as a son, is my failure as a father</i>” yang artinya
“kegagalanmu sebagai seorang anak adalah kegagalan saya sebagai seorang ayah”.
Kalimat ini merupakan kalimat fantastis yang akan memahamkan orang tua tentang
betapa vitalnya peran mereka terhadap perkembangan anak. Pada dasarnya antara
pendidik, peserta didik dan masyarakat dalam hal ini komite sekolah, ketiganya
memiliki peran dan tanggung jawab yang proporsional. Sehingga diperlukan
interaksi yang intens dan bersama-sama dalam menjalankan fungsinya. Selain itu
penekanan pada prinsip yang keenam ini<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>berada pada komite sekolah yang harus faham terhadap fungsinya
sebagai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pemberi pertimbangan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Advisory Agency</i>), pendukung (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Supporting Agency</i>), Pengontrol (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Controling Agency</i>) dan mediator. Sungguh
mustahil ketika masyarakat mengharapkan kualitas pendidikan yang tinggi,
sementara masyarakat sendiri tidak mau berpartisipasi terhadap pendidikan
sesuai dengan fungsinya. Bahkan akan sangat menyedihkan bila melihat fakta
sebagian besar komite sekolah yang tidak mengetahui fungsinya. Fenomena inilah
yang menjadi tanggung jawab penuh pemerintah melalui dinas terkait untuk
membuat program-program perbaikan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">professional
development</i> khususnya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kurikulum
2013 yang perubahannya menitik beratkan pada standar kompetensi lulusan,
standar isi,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>standar proses dan standar
penilaian, tidak akan berjalan seperti yang diharapkan ketika komponen dominan
dalam kurikulum seperti pendidik tidak memiliki integritas yang diharapkan.
Kurikulum 2013 akan menguji seberapa besar integritas pendidik dan tenaga
kependidikan. Sehingga sudah sepatutnya semua pendidik menyiapkan mental model
pendidik dengan merenungkan kata bijak dari Khairil Anwar bahwa, tugas utama
seorang Pendidik/Guru adalah mengantarkan anak agar bisa melakukan eksplorasi
secara maksimal terhadap daya jelajah intelektual mereka. Dan pada akhir
tulisan ini saya ingin mengajak kepada kita semua untuk berpartisipasi dengan
porsi masing-masing dalam memajukan pendidikan Indonesia, menuju pendidikan
yang kita cita-citakan bersama.</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-78694488266315331342013-04-01T00:16:00.000-07:002013-08-21T23:34:07.372-07:00BEN CARSON DAN PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MENGGALI POTENSI ANAK<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Siapakah
yang paling dominan berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan anak? menghadapi
pertanyaan ini di Indonesia, 62 % orang tua menjawab adalah guru. Dan 38% orang
tua menjawab bahwa yang berpengaruh adalah orang tua. Tentunya persentase
jawaban pada masing-masing daerah akan berbeda. Tetapi persentase jawaban
pertama dipastikan selalu lebih dominan. Perbedaan pendapat dan tuding-menuding
antara orang tua dan pihak sekolah (dalam hal ini guru) kerap kita dengar
sebagai sebuah perdebatan yang tidak ada habisnya. Di sisi lain, ketika seorang
anak berprestasi dalam konteks akademik, guru dan orang tua justru berebut
apresiasi bahwa merekalah yang menyebabkan keberhasilan anak. Keadaan ini
memperlihatkan kepada kita tentang masyarakat yang belum kuat dan belum berani
menerima kelemahan dan kekurangan diri.</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixC2OiQW41gbSzqrdqDYy7PPD4fSpTU16MuXl51jzWs84ym93yCLWJh2E0kDiUVHh4gDCnaCGkPvrOsfCU_lT2u0kgzDpUmtH9Pm1eVnqx3fFNXpwwkfwNqrTK16BjgM14w-QRZqu4REE/s1600/carson.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixC2OiQW41gbSzqrdqDYy7PPD4fSpTU16MuXl51jzWs84ym93yCLWJh2E0kDiUVHh4gDCnaCGkPvrOsfCU_lT2u0kgzDpUmtH9Pm1eVnqx3fFNXpwwkfwNqrTK16BjgM14w-QRZqu4REE/s1600/carson.jpg" height="200" width="132" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> Melihat
realita dan fakta yang menimpa anak Indonesia dalam konteks kekerasan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Abuse</i>), meningkat sejak tahun 2003 dari
481 kasus, menjadi 766 kasus pada tahun 2005. Hingga tahun 2012 terhitung bahwa
kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Penurunan jumlah kasus yang
tidak terlalu signifikan menceritakan kepada kita semua tentang betapa suramnya
masa depan generasi Indonesia. Pada saat ini mereka terancam akan hilang dan
punah. Berbicara tentang kekerasan terhadap anak, Terry E, Lawson, psikiater
internasional yang membuat definisi tentang kekerasan terhadap anak menyebutkan
ada empat macam kekerasan, yaitu kekerasan emosi (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Emotional Abuse),</i> kekerasan verbal (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Verbal Abuse</i>), kekerasan fisik (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Physical
Abuse</i>) dan kekerasan seksual (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sexual
Abuse</i>)<i style="mso-bidi-font-style: normal;">.</i> Dari keempat macam
kekerasan tersebut, kekerasan emosi dan kekerasan verbal adalah kekerasan yang
terlalu sering terjadi dan tidak disadari oleh sebagian besar masyarakat kita
terhadap anak, termasuk di NTB. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Emotional Abuse</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
terjadi ketika seorang anak membutuhkan perhatian dan apresiasi, lalu orang
tua, pengasuh, guru bahkan masyarakat lalu mengabaikan anak itu. Mereka
dibiarkan dalam keadaan lapar, susah, bahkan kesulitan karena orang tua atau
guru terlalu sibuk dan tidak ingin diganggu pada waktu itu. Kekesaran emosional
ini akan terus diingat oleh anak jika terlalu sering dilakukan. Bahkan seorang
anak akan menjadi pendendam dan bahkan perkembangan dan apresiasi dirinya
terbunuh. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Verbal Abuse</i> terjadi ketika
seorang pengasuh anak, pendidik atau pelindung anak setelah mengetahui bahwa
anak membutuhkan perhatian melalui berbagai ekspresi, menyuruh anak tersebut
untuk diam. Jika anak terus berbicara, maka orang tua atau pendidik
mengeluarkan kekerasan verbal yang biasanya dengan ungkapan “kamu bodoh”, “kamu
cerewet”, dan ungkapan-ungkapan sejenis menggunakan bahasa daerah. Kekerasan
verbal ini tentunya dianggap spele oleh sebagian besar masyarakat kita. Padahal
ini merupakan masalah serius yang dampaknya akan membunuh karakter dan
perkembanngan psikologi seorang anak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hal
ini tidak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat saja. Tetapi sebagian
besar sekolah dan lembaga pendidikan khususnya NTB sering kita dihadapkan dengan
keadaan seperti itu. Dua dari empat jenis kekerasan terhadap anak masih sering
kita jumpai meskipun hanya sebagian kecil yang terekspose. Sadar atau tidak
sadar, di sekolah misalnya, seorang guru terkadang hanya fokus mencurahkan
perhatiannya kepada beberapa siswa saja yang dianggap menonjol dari sisi
akademik. Padahal seharusnya yang diberikan perhatian lebih adalah siswa-siswa
atau peserta didik yang bermasalah. Seorang guru terkadang kurang merangkul
kebutuhan semua siswa dan tidak menyadari bahwa semua anak atau siswa memiliki
keistimewaan serta harus dipandang sama. Selain itu, sebagian siswa atau anak
di Indonesia begitu haus akan motivasi, baik dari guru maupun dari orang tua.
Motivasi merupakan kunci dari akselarasi tumbuh kembang anak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Carson Bukan Si Dungu.</span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kita
perlu belajar dari kisah seorang Carson yang ketika di Sekolah Dasar, dia
selalu disebut Si Dungu oleh teman-teman nya. Raportnya selalu dihiasi hanya
oleh nilai D dan F (Nilai terendah). Namun siapa yang mengira bahwa kemudian
dia menjadi satu-satunya ahli bedah syaraf yang berhasil melakukan operasi
kembar siam. Kenapa harus kisah Carson? Dalam film tersebut terdapat beberapa
cuplikan menarik tentang bagaimana seharusnya orang tua dan guru menjadi
motivator penting bagi seorang anak. Ketika Carson dalam posisi sebagai siswa
SD, gurunya meminta untuk membacakan berapa nilai yang dia peroleh setelah
ulangan harian. Dengan rasa malu dia menjawab “Nol”. Pastinya semua
teman-temannya tertawa. Tetapi gurunya justru bangga dan tersenyum dengan
ungkapan “tidak apa-apa, kamu pasti bisa, kamu harus berusaha lagi dan
semangat”. Tentunya ungkapan seorang guru saat itu dirasakan seperti perisai
penyelamat ketika semua pedang hukuman sudah berada di lehernya. Lalu bagaimana
dengan pendidik dan guru di NTB? Terlalu sering kita jumpai ketika nilai siswa
terpuruk, sebagian besar guru lantas melakukan kekerasan verbal dengan
ungkapan-ungkapan seperti “kamu tidak pernah belajar yah?”, atau yang paling
parah adalah “kamu bodoh sih”, atau mungkin sebagian dari guru tidak
mengeluarkan kata-kata, tapi ekspresi yang begitu menyakitkan siswa seperti
memasang muka masam, muka pesimis ataupun ekspresi pemarah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Lalu
bagaimana dengan orang tua siswa? Dalam cuplikan film ini, Ibunya carson adalah
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">single parent</i> yang tidak bisa baca tulis.
Dia bekerja sebagai binatu dan petugas kebersihan tidak tetap. Namun yang
menarik adalah sebagai seorang ibu, dia tidak ingin nasib anak-anaknya akan
sama dengan nasibnya. Sehingga dia selalu memotivasi anaknya dengan mengucapkan
“kamu anak yang cerdas”, “apa yang orang lain bisa, pasti kamu juga bisa”, dan
bahkan ketika melihat nilai raport anaknya yang buruk, dia selalu berkata “kamu
hanya perlu lebih serius dan lebih giat lagi”. Dan motivasi terakhir ketika
Carson berkata kepada ibunya bahwa dia ingin menjadi seorang Dokter Bedah,
ibunya gembira dan mengatakan “kamu bisa menjadi apapun yang kamu mau, selama
kamu punya tekad yang kuat”. Ungkapan-ungkapan seperti ini tentunya kecil namun
dampaknya sangat besar bagi perkembangan seorang anak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Melihat
posisi dan potensi orang tua sebagai motivator dan pendukung dominan, jika kita
sedikit menoleh ke NTB, sebagian besar masyarakat kita selalu pesimis terhadap cita-cita
anaknya. Bahkan ketika anak seorang petani, pembantu, buruh, dan bahkan anak
seorang pegawai negeri pun berkata kepada orang tuanya bahwa mereka ingin
menjadi dokter, presiden, menteri, dan yang lainnya, sebagian besar mereka
mengeluarkan jawaban yang sama<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yaitu
“memangnya kamu punya uang?”. Sudah pasti ungkapan ini akan membunuh harapan
dan cita-cita anak. Dan secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa anak-anak di
Indonesia tidak memiliki cita-cita, karena cita-cita mereka telah direbut oleh
orang tua masing-masing. Bahkan yang paling memprihatinkan adalah pilihan cita-cita
sebagian besar anak Indonesia diputuskan dan ditentukan di tangan orang tua.
Anak-anak tidak diberikan pilihan untuk menjadi apa yang mereka inginkan tetapi
harus menerima takdir yang diberikan oleh orang tuanya. Sikap pesimisme yang
mengakar kuat pada orang tua menjadikan generasi di Indonesia khususnya NTB,
bekerja, berprofesi dan berkarya sebagai pewaris dari orang tuanya. Sebagian
besar kita tidak sadar bahwa yang bisa mengubah taraf kehidupan kita adalah
pendidikan. Dan kuncinya ada pada bagaimana orang tua memberi semangat kepada anak-anak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Saham Bersama</span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menjawab
persoalan kekerasan anak khususnya kekerasan emosional dan kekerasan verbal
sudah tentu dimulai dari kesadaran antara guru dan orang tua bahwa siswa adalah
saham milik bersama. Sehingga menjadikan siswa berhasil merupakan tanggung
jawab dan PR bersama. Karena merupakan tanggung jawab bersama, maka sudah pasti
antara guru dan orang tua harus melakukan sebuah interaksi yang intens untuk
mengevaluasi perkembangan siswa. Di setiap sekolah, dalam hal ini memiliki guru
Bidang Konseling (BK). BK dalam hal ini harus mengetahui fungsinya sebagai
fungsi kontrol sekolah terhadap siswa. Selama ini paradigma guru BK hanya
sebagai polisi yang yang memberi hukuman terhadap kriminalitas ringan yang
dilakukan oleh siswa. Dan sebagian orang tua hanya berinteraksi dengan guru
ketika anaknya melakukan suatu kesalahan dan pelanggaran. Sehingga sangat wajar
ketika beberapa orang tua siswa dipanggil oleh pihak sekolah, sebagian dari
mereka enggan memenuhi panggilan karena berasumsi bahwa anak-anak mereka telah
melakukan pelanggaran yang akan mempermalukan mereka.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Mungkin
hanya beberapa sekolah yang sungguh-sungguh memanfaatkan partisipasi masyarakat
dan orang tua dalam mengontrol perkembangan siswanya. Di luar itu, sebagian
besar sekolah berinteraksi dengan orang tua siswa hanya ketika seorang siswa
melakukan pelanggaran, rapat uang SPP, dan pertemuan-pertemuan lain yang tidak
membahas secara khusus perkembangan dan evaluasi siswa. Interaksi yang intens
dan berkesinambungan melalui program-program sekolah sudah tentu akan
memberikan ciri tersendiri masing-masing sekolah. Sehingga secara langsung hal
tersebut akan melahirkan budaya sekolah yang kuat dan berkualitas. Kontribusi
budaya sekolah sangat besar dalam mendidik siswa menjadi lebih berbudaya dan
berhasil.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 107%;">Kita
harus selalu optimis bahwa pendidikan di Negara kita akan menemukan masa
keemasannya. Kapan itu akan terbentuk? Akan tergantung dari seberapa besar
partisipasi kita dalam mendukungnya. Meskipun tidak bisa kita pungkiri bahwa
saat ini sistem pendidikan kita menjadi jualan politik, namun kita harus
memulai perbaikan pendidikan dari apa yang kita bisa dan apa yang ada di
sekitar kita. Dengan begitu, paling tidak sebagian beban pendidikan akan
sedikit berkurang.</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-43211196250601841632013-03-07T07:12:00.000-08:002013-08-21T23:35:00.017-07:00KETIKA NASIHAT MENINGGALKAN RUMAH PENDIDIKAN<div style="font-family: inherit;">
</div>
<div style="font-family: inherit; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="line-height: 115%;">“1)<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Demi masa. 2)<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3)Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">nasehat menasehati</b> supaya mentaati kebenaran dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">nasehat menasehati</b> supaya menetapi
kesabaran”<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> – (Al’Ashr).</b></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHBoNUHmYp5Mrq3-oGRJDNqX3Y4HCrUvarCzg9yoZFH-Wfxql0rBAgc2kqtcrHItwcO46yBFXW6ziEtk6sgTSsQmIcucl39eCJUmeEzmbTGS_WF7faCpc3Fyn-RkUqUoppkZSo0h7zoSU/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHBoNUHmYp5Mrq3-oGRJDNqX3Y4HCrUvarCzg9yoZFH-Wfxql0rBAgc2kqtcrHItwcO46yBFXW6ziEtk6sgTSsQmIcucl39eCJUmeEzmbTGS_WF7faCpc3Fyn-RkUqUoppkZSo0h7zoSU/s1600/images.jpeg" height="224" width="320" /></a></span></div>
<span style="font-size: small; line-height: 115%;">Masyarakat Indonesia khususnya<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Nusa Tenggara Barat yang mayoritasnya muslim, tentunya sering membaca
ayat di atas. tidak bisa kita pungkiri bahwa provinsi yang memiliki tiga etnis
mayoritas tentunya menjunjung tinggi Al Qur’an dan agama sebagai pondasi dari
adat istiadat dan kebudayaan masing-masing. Namun hanya segelintir masyarakat
yang dalam kehidupanya memaknai dan mendirikan rambu-rambu agama dan adat
istiadat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;">Di tengah krisis multidimensi yang serba carut marut, manusia
semakin kehilangan jati dirinya dalam konteks mengenal Tuhan dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mencari tauladan. Sekulerisme yang telah
duduk manis dalam tiap dimensi kehidupan manusia kian memupuk permisivisme
hingga telinga dan mata pun berkeliaran di tengah kegelapan dalam membaca diri mereka
sebagai mahluk sosial. Semua agama pun menempatkan Nasihat pada kedudukan yang
begitu penting. Tidak terkecuali agama Islam yang begitu mulia mengajarkan
kepada pemeluknya agar senantiasa saling menjaga satu sama lain menggunakan nasihat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;">Nasihat pada era ini, pada umumnya selalu dihadang dengan malu.
Malu memberi nasihat dan malu menerima nasihat. Nasihat lahir bersamaan dengan
adanya pendidikan pada manusia. Secara filsafat, pendidikan itu sudah ada sejak
manusia itu ada. Karena kata lain dari Nasihat itu adalah suatu pendidikan yang
sifatnya mengarahkan manusia menjadi makhluk yang lebih baik. Pendidikan secara
umum dipisahkan menjadi tiga jenis. Pertama, pendidikan yang terjadi dalam
masyarakat. kedua, pendidikan formal oleh suatu kelompok atau Negara. Dan
Ketiga adalah pendidikan keluarga. Dalam masing-masing pendidikan tersebut
memiliki ruang dan peluang nasihat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang
besar. Tiga faktor pendidikan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bisa
berjalan dalam masing-masing jenis pendidikan yaitu, (1) pendidik, (2) isi
didikan (3) peserta didik. Ketiga unsur tersebut memiliki peranan masing-masing
dalam menjalankan pendidikan ataupun nasihat hingga satu sama lain membentuk <i>Reciprochal
Relationship</i> (saling berhubungan).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><i><span style="line-height: 115%;">Pendidik</span></i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;">Masyarakat sebagai kelompok merupakan tempat pendidikan itu
berjalan secara sadar dan tidak sadar. Yang mengambil peran sebagai pendidik
dalam masyarakat adalah prilaku masyarakat itu sendiri. Sehingga
prilaku-prilaku tersebut disaring oleh generasi baik vertical maupun horizontal
hingga melahirkan tauladan. Tauladan merupakan pendidik utama dalam kehidupan
masyarakat. Permasalahannya saat ini adalah paradigma ketauladanan yang sudah
bergeser dari yang seharusnya. Seorang kiayi, Tuan Guru atau tokoh agama yang
senantiasa berkhutbah dengan lantunan ayat-ayat suci terlalu sering bertolak
belakang dengan tindakannya dalam kehidupan masyarakat. Contoh ini hadir karena
melihat NTB menempatkan mereka sebagai tokoh yang memiliki peluang besar dalam
menjadi tauladan dan mendidik masyarakat. Bupati, wali kota, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kepala daerah, hingga kepala desa dan kepala
dusun yang seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman, sudah secara terbuka
memamerkan kelicikan, kedustaan, perampokan, kedzoliman hingga ancaman kepada
masyarakat demi mempertahankan hidup dan kepentingan pribadi. Sarjana-sarjana
sebagai <i>agen of change</i> sudah membuang rasa malu dan berani melakukan
prilaku negative dengan memarginalkan satu sama lain. Oknum Guru sebagai
Pendidik berani melakukan tindakan yang mengancam rasa aman peserta didiknya.
Individu-individu dalam masyarakat, dalam konteks umur lebih tua, berani
menulis kalimat-kalimat hujatan, tidak senonoh, amoral, buta etika dalam
melakukan komunikasi di jejaring sosial Facebook, dan twiter. Memang harus juga
kita akui bahwa dalam masyarakat memang terdapat manusia yang bisa menjadi
tauladan, yaitu yang sesuai antara ucapan dan perbuatan. Namun, mereka hanya
beberapa diantara ribuan orang dalam masyarakat. Dan nasihat pun tenggelam
bersama mereka hingga setiap orang sibuk mengangkat diri masing-masing menjadi
yang paling benar. Bagaimana lagi hidup ini, jika pemimpin sudah tidak punya
nasihat, masyarakat sudah meninggalkan dirinya sebagai pemberi nasihat,
guru-guru melupakan dirinya sebagai pemberi nasihat, maka dipastikan
benturan-benturan horizontal maupun vertical akan menggantikan posisi nasihat
sebagai raja, dan egoisme sebagai ratunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><i><span style="line-height: 115%;">Isi Didikan</span></i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Masyarakat NTB yang majemuk
merupakan gambaran Indonesia dalam konteks kebinekaan. Tentunya kekayaan budaya
menjadi suatu aset penting dalam meningkatkan pendidikan. Rendahnya SDM NTB
yang salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya mutu pendidikan menjadikan
manusia NTB tidak bisa mengolah, meletarikan dan bahkan memanfaatkan kekayaan
budayanya. Semakin banyak manusia mendapatkan pendidikan maka semakin berbudaya
orang terebut. Lalu semakin tinggi budaya seseorang maka pendidikan pun akan
semakin tinggi dalam konteks kualitas. Kebudayaan berbagai etnis dan beberapa
kelompok masyarakat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di NTB memiliki cara
tersendiri dalam mendidik generasi masing-masing dan mengekspresikan nasihat.
Hanya saja nasihat-nasihat melalui budaya dan ekspresi kebudayaan kurang
diinternalisasi oleh masyarakat dan bergeser menjadi sebuah materi lomba dan
hiburan panggung semata. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Berkaca dari Islam sebagai agama
mayoritas di NTB, menjaga kekayaan nasihat dan bahkan hamper seluruh ajaran
islam ini disampaikan melalui nasihat baik perbuatan maupun perkataan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Nasihat-nasihat ataupun ajaran agama yang
sejak berabad-abad silam telah ada, dan sebagian besar dari kita bisa merasakannya,
tentunya tidak serta merta bertahan dengan sendirinya tanpa ada aliran pewaris
dan penjagaan isi nasihat dari zaman ke zaman. Melihat kondisi saat ini,
sebagai generasi yang bertanggung jawab terhadap masa depan dan generasi
berikutnya, tentunya kita harus berfikir apa yang akan kita wariskan. Jika kita
benar akan mewariskan agama, berapa banyak masyarakat yang tidak tahu ilmu
agama? Berapa banyak dari kita sebagai orang tua yang tidak memahami ilmu
agama? Berapa banyak dari anak-anak kita yang tidak peduli dengan agama? Jika
kita kemudian ingin mewariskan budaya, berapa banyak dari masyarakat kita yang
acuh terhadap budaya? Berapa banyak dari kita sebagai orang tua yang tidak
mengetahui nasihat-nasihat kebudayaan yang harus disampaikan kepada anak-anaknya?
Berapa banyak dari anak-anak kita yang tidak peduli dengan nilai-nilai kearifan
local? Jika pilihan kita adalah ingin mewariskan sains dan teknologi, sains dan
teknologi seperti apa? Bukankah kita saat ini sedang terlena menjadi masyarakat
komsumtif?<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Bukankah pendidikan kita saat
ini sedang sakit dan hanya mampu berdiri untuk menyiapkan anak-anak manusia
menjadi buruh industry? Sudah seharusnya kita semua bertanggung jawab untuk memahami
segala aset kekayaan budaya dan ilmu yang kita miliki. Lalu kita tulis sebagai
sesuatu yang harus kita wariskan melalui nasihat dan pendidikan bercorak
Indonesia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kurangnya wawasan masyarakat tentang
agama, budaya, serta ilmu menjadi factor penyebab hilangnya nasihat dalam
kehidupan sosial. Karena tanpa wawasan dan ilmu, kita hanya akan mewariskan
kehampaan kepada anak-anak kita. Dan pada akirnya generasi kita seperti mata
rantai rapuh yang memisahkan antara generasi sebelum dan sesudahnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="line-height: 115%;">Peserta
Didik</span></i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Peserta didik biasanya diartikan
sebagai siswa. namun secara luas, peserta didik adalah semua manusia yang
secara sadar atau tidak sadar sedang melihat, mendengar dan merasakan
pendidikan di setiap tempat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa siswa sebagai
peserta didik pendidikan formal menjadi hobi tawuran, bahwa pemuda sebagai
peserta didik di masyarakat terlena dengan sikap hedonis, tidak peduli, dan
seperti sebuah kapas beterbangan yang tidak mengetahui arah dan tujuan. Moral
dan etika sudah tidak penting bagi sebagian dari mereka. Nasihat-nasihat hamper
tenggelam bagi sebagian mereka. Disamping kurangnya tauladan yang menasihati
mereka sebagai peserta didik, juga disebabkan oleh kurangnya tokoh-tokoh yang
bisa dipercaya dan digugu dalam konteks memberi nasihat. Sungguh telah banyak bukti
bahwa kecerdasan tidak cukup tanpa kekuatan karakter. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Nasihat menjadi penting ketika
pendidikan kita tidak mampu berdiri ataupun berlari. Baik pemberi nasihat, isi
nasihat maupun yang diberi nasihat saling mendukung satu sama lain. Ketiga
unsure ini adalah hal yang harus kita jaga dan kembangkan dalam menjadikan NTB
lebih baik. Karena pondasi dari masyarakat yang madani adalah kebudayaan yang
tinggi dan pendidikan yang berkualitas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: small; line-height: 115%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-27224231788234190662013-03-03T23:04:00.003-08:002013-08-21T23:35:42.388-07:00KEPADA CALON GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
gubernur Nusa Tenggara Barat…</span></b></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFu5GXd8w54Pc50wiPLyBIT8Xzvab6Spab8Zk3kvC9FgMPPCnpIArT_Ww5QBM1a3zHV-HrFkxaI2WvVANei98c6GR0fgHyA89dSwocqpe79BlbzE0JXlWYTYQ6scqn7ZjS1G0Mp07m-yU/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFu5GXd8w54Pc50wiPLyBIT8Xzvab6Spab8Zk3kvC9FgMPPCnpIArT_Ww5QBM1a3zHV-HrFkxaI2WvVANei98c6GR0fgHyA89dSwocqpe79BlbzE0JXlWYTYQ6scqn7ZjS1G0Mp07m-yU/s1600/images.jpeg" /></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Dari
dalam ruangan tua, dengan dekorasi bertema sarang laba-laba dan cat kusam nan
buram. Di bawah kegaduhan atap yang menyambut angin. Serta rengekan beberapa kayu
jendela memaki retaknya kaca, pena ini pun berjalan menulis kata demi kata dari
penat kepala yang telah lama bungkam di balik selimut ketakutan. Kata-kata ini dari
tangan insan berjudul Guru. Yang mana, dahulu telah membuatmu bisa mengenal
huruf dan angka hingga kau pun mampu menulisnnya. Membuatmu dahulu mengenal
dirimu sendiri. Membuatmu mengetahui apa yang tidak diketahui sebagian orang. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<i><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
gubernur Nusa Tenggara Barat…</span></b></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sudah
sering engkau dengar betapa terpuruk SDM NTB saat ini. Moral dan etika kian
disembunyikan dibalik batu nisan. Kebenaran dan kejujuran telah ditindih oleh
poster-poster kejahatan dan kedustaan. Baik buruk menjadi abu-abu. Cacian dan
makian sudah menjadi lirik lagu yang senantiasa didengarkan. Sebagian dari
mereka mengarahkan telunjuknya kepada ku. Dengan percaya diri mereka berkata “itu
adalah kesalahanmu sebagai guru”. Aku malu dan merenungi diri sepanjang waktu. Apa
iya ini salahku dan salah guru? Padahal anak-anak bangsa hanya 8 jam bersamaku
di sekolah setiap harinya. Aku ajarkan mereka bagaimana menatap masa depan. Aku
ajarkan kepada mereka tentang siapa diri mereka semua. Bahkan diantara mereka
telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Sebagian dari mereka sudah menjadi
atasan bagi yang lainnya. Sebagian dari mereka pun telah mencalonkan diri
menjadi gubernur. Lalu bisakah engkau sebagai calon gubernur menjawab ini semua?
Engkau pernah ku ajar. Setidaknya engkau memahami lingkungan kehidupanmu dahulu.
Apakah ketika kau duduk nanti sebagai Gubernur NTB, kau akan menyalahkan guru
atas segala yang terjadi ini?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
gubernur Nusa Tenggara Barat…</span></b></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika
kau terpilih nanti, kau harus sadar bahwa,</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Guru
memiliki kehidupan, keluarga dan tanggungan. Guru mampu mencerdaskan anak-anak
orang lain. Namun sebagian dari guru memiliki keluarga yang terlantar.
Sertifikasi yang di anggap cukup membantu ternyata itupun di mana-mana
terpotong, dicicil, dan dijadikan lahan bagi Kaum Barbar NTB. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
Gubernur Nusa Tenggara Barat…..</span></b></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Hingga
kini guru dianggap budak manusia-manusia durhaka. Demokrasi kau bilang? Apakah demokrasi
jika sebagian dari kalian selalu mengasah parang MUTASI yang mengancam sebagian
dari kami? Harus kreatif kau bilang? Bagaimana guru akan kreatif jika kalian
tetap ikat tangan dan kaki kami ketika mengganggu bisnis kalian? </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika
kau terpilih nanti,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Berhentilah
berceloteh tentang inovasi dan kreativitas. Jika engkau sungguh-sungguh. Lepaskan
parang Mutasi itu. Keluarkan guru dalam kerangkeng ketakutan. Biarkan guru
mendidik dengan kreatifitas dan inovasinya. Kenapa? Engkau ragu dengan
kemampuan guru? Jika engkau ragu, tidak usah jadikan manusia sembarangan
sebagai guru. Bukankah salahmu sendiri tidak selektif. Engkau uji calon guru tidak
dengan cara yang tepat. Bagaimana bisa engkau berikan tes pada calon guru kimia
dengan soal PPKN dan bahasa Indonesia? <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Engkau
kira perguruan tinggi meluluskan semua mereka karena sudah professional? Sadarlah,
buka mata agar kau terus melihat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"></span><i><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
Gubernur Nusa Tenggara Barat…</span></b></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika
kau terpilih nanti..</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Seringlah
melihat kenyataan di lapangan, berhentilah terlalu percaya kepada pembawa kabar
di bawahmu. disetiap acara, ketika rakyat ingin bertemu dan melihatmu
berbicara, engkau selalu menutup dirimu seperti dewa. Lalu kau perdengarkan
kalimat “Yang mewakili wakil gubernur”… kepada masyarakat yang merindukanmu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
Gubernur Nusa Tenggara Barat…</span></i></b></div>
<i>
</i><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika
engkau terpilih nanti,</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kau
focus saja pada pemerintahmu. Dan kami focus pada mendidik anak-anak bangsa. Engkau
atur saja semua bawahanmu agar bekerja dengan benar, agar mereka tidak memakan
kami. Bahkan bisa jadi mereka akan menjilatmu hingga engkau penuh dengan bau
tidak sedap…</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"></span><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Calon
Gubernur Nusa Tenggara Barat…</span></i></b></div>
<b><i>
</i></b><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ketika
kau terpilih nanti,</span></i></b></div>
<b><i>
</i></b><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Biarkan
guru sejahtra dan Merdeka….</span></i></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-76845174185621581192013-03-03T04:41:00.003-08:002013-03-03T04:41:53.687-08:00KURIKULUM 2013: TIGA JURUS NUH UNTUK PENDIDIKAN NTB<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; text-align: justify;"><b><i>Pendahuluan</i></b></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3ywhBLR1K7lIGmizOvHkrjSKiqnuundM1YA7aEAqjNl7WN1WDouLrMZXG5infYHjMQmrJXXjaOuJDvPMBMIz9WoZ_1RbbvmuCh7nD3Etdtopyviv_HTXhV2EibHlctSXiLa0_MHcj6Go/s1600/images+(6).jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3ywhBLR1K7lIGmizOvHkrjSKiqnuundM1YA7aEAqjNl7WN1WDouLrMZXG5infYHjMQmrJXXjaOuJDvPMBMIz9WoZ_1RbbvmuCh7nD3Etdtopyviv_HTXhV2EibHlctSXiLa0_MHcj6Go/s1600/images+(6).jpg" height="238" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; text-align: justify;">Kawasan Timur Indonesia, diakui mempunyai
sumberdaya alam (SDA) yang sangat melimpah. Wilayah ini sesungguhnya sangat
potensial untuk menjadi kekuatan ekonomi baik pada tingkat nasional, regional,
maupun internasional. Sayangnya, sumberdaya manusia yang tersedia di kawasan
ini sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kemampuan
masyarakat lokal masih sangat rendah dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang
melimpah. Sedangkan kebijakan pembangunan di KTI masih belum sepenuhnya
menempatkan SDM sebagai target dan basis pembangunan. Konsep pembangunan di KTI
masih belum sepenuhnya berciri human development (pembangunan manusia), yaitu
sebuah pembangunan yang berorientasi pada manusia (people center development). Salah
satunya adalah pembangunan pendidikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Pembangunan pendidikan tidak terlepas dari
adanya upaya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Ditinjau dari ketersediaan
sarana pendidikan seperti jumlah sekolah dan tenaga pengajar, secara kuantitas sudah
memenuhi persyaratan kegiatan pendidikan sehingga dapat berjalan secara efektif.
Alokasi dana pendidikan yang rencananya pada tahun 2013 ini akan dinaikkan dari
semula membuat pemerintah memeras kepala dalam efektifitas dan efisiensi
penggunaan anggaran. Meskipun tidak bisa kita pungkiri bahwa masih ada yang
tidak mampu sekolah di Indonesia dan khususnya di Nusa tenggara barat, tapi dengan
persentase yang tidak begitu signifikan NTB setidaknya mampu membuka senyum
bangga atas beberapa keberhasilan program yang telah dijadikan solusi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">NTB merupakan sebuah provinsi yang kaya akan
sumberdaya alam, meskipun begitu tentu tidak akan sendirinya memberikan
kemakmuran bagi warga masyarakatnya, jika sumber daya manusia (SDM) yang ada
tidak mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi guna memanfaatkan sumber
alamnya. Sebaliknya, beberapa contoh wilayah di luar sana begitu cepat
berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumberdaya
alam namun memiliki manusia yang unggul. Hal ini berarti bahwa sumberdaya
manusia ternyata memiliki peran penting dalam proses pemakmuran sebuah wilayah.
NTB dengan PT NNT dan beberapa perusahaan tembakau seharusnya sudah mampu
menjadi makmur dan sejahtera. Tapi kita harus jujur bahwa SDM kita ternyata
belum siap untuk ini semua. Sehingga peningkatan SDM sebagai prioritas program
di NTB memang harus kita dukung. Salah satunya adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikan NTB</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"><b><i>Tiga Jurus Kemendikbud untuk Pendidikan </i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Tantangan dunia pendidikan ke depan dipastikan
semakin besar. Salah satunya adalah kebutuhan tenaga kerja terampil yang terus
bertambah tiap tahunnya. Berkaca dari tahun lalu, kebutuhan tenaga kerja
terampil di Indonesia mencapai 55 juta. </span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Jika pada tahun 2030 kebutuhan tenaga kerja
terampil diperkirakan naik sampai 113 juta, maka Kemendikbud dalam <a href="http://edukasi.kompas.com/read/2013/03/01/14310755/Mendikbud.Sampaikan.3.Strategi.Majukan.Pendidikan">KOMPAS</a> mengeluarkan tiga
jurus yang diduga mampu membawa permasalahan Pendidikan menuju Cahaya yang
gemilang. Mari kita pandang jurus tersebut lalu menyeretnya sebagai solusi di
daerah NTB. Bisa atau tidak, belum saatnya kita menjawab. Hal ini karena kita
masih belum tau secara kongkrit ketiga jurus tersebut. Di sini kita akan
mencoba mengkaji langkah-langkah tersebut dengan melihat kemungkinan atau
peluangnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"><i><b>Jurus yang pertama</b></i> adalah meningkatkan APK atau
biasa disebut sebagai Angka partisipasi kasar sekolah. APK merupakan
perbandingan antara siswa dengan usia tertentu yang duduk di bangku sekolah
terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut yang memiliki umur yang sama. APK
menunjukan seberapa besar partisipasi sekolah suatu daerah, tetapi tidak bisa
menggambarkan seberapa besar minat sekolah pada daerah tersebut. Peningkatan APK
ini diharapkan akan berdampak pada berhasilnya program wajib belajar 12 tahun
melalui pendidikan menengah universal, dimana Kurikulum 2013 sebagai
kendaraannya. Pertanyaannya adalah apakah NTB sudah mempersiapkan diri dengan
ini? Jika solusi yang dirumuskan masih bersifat klasik yaitu pendidikan gratis,
beasiswa miskin, atau sarana prasarana, berarti NTB harus benar-benar
sungguh-sungguh. Karena sesungguhnya, sering kali sungguh-sungguh itu berjalan
dengan ketidaksungguhan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"><i>Salah satu contoh kasus misalnya. Amri yang
berasal dari sebuah desa di Sumbawa memilih berhenti sekolah ketika memasuki
tahun kedua SMP. Ketika ditanya tentang alasan berhenti, dia dengan lantang
mengatakan bahwa dia malas sekolah dan malas berfikir. Tentunya kasus-kasus
serupa dengan yang di atas tidak serta merta diatasi dengan solusi yang sudah
pernah ada.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Sungguh menarik tentang apa yang dikatakan oleh Guru
Besar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Mohamad Ali. Dia </span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"> </span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">menilai, bahwa program program seperti di ats
hanya berorientai pada sisi suplai. untuk membangun pendidikan harus melihat
pula sisi permintaan (demand) terhadap pendidikan. Ada empat macam
karakteristik aspirasi terhadap pendidikan. Pertama, kalangan yang mampu secara
ekonomi dan mempunyai aspirasi yang bagus terhadap pendidikan. Kedua, yang
mampu secara ekonomi, tetapi permintaan terhadap pendidikan rendah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Ketiga, mereka yang tak mampu secara ekonomi, tetapi mempunyai
aspirasi yang tinggi terhadap pendidikan. Kelompok keempat adalah mereka yang
tidak berdaya secara ekonomi, sekaligus aspirasi yang rendah terhadap
pendidikan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Selama ini pemerintah khususnya NTB hanya
menggarap kelompok satu dan tiga. Padahal kelompok keempat jumlahnya juga besar
dan butuh perhatian. Sehingga sudah semestinya pemerintah membuat peta
persoalan pendidikan terlebih lagi tentang </span><i style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">demand</i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"> pendidikan agar solusi
yang ditawarkan menjadi solusi yang efektif dan efesien.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"><b>Strategi kedua</b></span></i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"> adalah meningkatkan akses ke pendidikan tinggi yang mengacu pada
Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam undang-undang
itu disebutkan pemerintah wajib menyelenggarakan sedikitnya satu <b>Akademi
Komunitas</b> di setiap kabupaten dan setidaknya ada satu universitas dan
politeknik di tiap provinsi.</span> Strategi kedua ini cukup bisa menjawab
persoalan berjamurnya perguruan tinggi yang berorientasi bisnis dengan kualitas
dan mutu simbolis di NTB. Menjamurnya perguruan tinggi swasta di NTB dari yang
nyata hingga yang sifatnya Gaib dan jarak jauh selain UT menjadi ancaman bagi
kualitas SDM NTB sendiri. Meski membawa alasan meningkatkan akses pendidikan,
lantas bukan berarti kualitas dan kelayakan diabaikan. Jurus ketiga ini rasanya
akan mendapatkan dukungan dari masyarakat jika dijalankan dengan baik. Apalagi dengan
memberikan BOPTN (bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) seperti BOS pada
tingkat sekolah. Serta dengan tetap menjaga kuota 20% untuk masyarakat miskin.</div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"><b>Strategi ketiga</b></span></i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;"> adalah merevisi kurikulum untuk jenjang SD, SMP,
dan SMA. Kurikulum 2013 disusun untuk menyiapkan peserta didik menguasai
keterampilan di abad 21 yang mengedepankan kreativitas dan keberanian melakukan
inovasi.</span> Menanggapi jurus ini tidak mudah. Selain karena belum
diterapkan dan hanya masih dalam proses uji public, kurikulum ini mendapatkan
pro kontra pada konteks kelengkapannya. Kurikulum yang rencananya akan mulai
diterapkan pada Juli mendatang mengharuskan NTB sejak dini mempersiapkan diri
dalam membuat peta permasalahan pendidikan sehingga dengan kurikulum ini, tidak
terjadi istilah “apapun makanannya, minumannya tetap air putih”. Maksud istilah tersebut adalah memberi tamparan
tersendiri kepada pelaksana pendidikan formal. maksudnya adalah apapun bentuk
kurikulumnya, proses belajar mengajar dalam kelas dan di sekolah tetap seperti
biasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-line-height-alt: 9.15pt; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Semoga NTB bisa menjadi kebanggan bagi kita
semua. <i>Wallahua’lam</i><o:p></o:p></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-39484612549697938662013-03-02T09:30:00.001-08:002015-01-17T23:54:30.778-08:00TUGAS MAHASISWA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
TUGAS UJIAN BIOFISIKA<br />
Soal: Buatlah Makalah yang menganalisis Aplikasi Biofisika dalam kehidupan di sekitar anda disertai foto-foto (sendiri)<br />
<br />
TUGAS UJIAN SAINS ATMOSFER<br />
Soal: buatlah makalah yang menganalisis suatu penerapan konsep Sains Atmosfer dalam kehidupan sehari-hari.<br />
<br />
tugas (Biofisika dan Sains Atmosfer) diketik Time new Roman 1,5 spasi di A4. kemudian dijilid. Struktur makalah yaitu : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, manfaat, Teori, pembahasan, kesimpulan, lampiran (foto, dll). dikumpul ketika UAS (mengikuti jadwal)<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-62277586632336027812013-03-02T02:38:00.000-08:002013-11-01T07:31:03.049-07:00GURUKU, KASIHANILAH KAMI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOGH3Nx3sMKi9ifkz4u8pyvwdSzci9xP_kLcZUZSX4d2rc_ooLhc6sd2_TsD3Lt7Q0pz-wMDI0Rx0GhogfFYvuW-2Mlf7w0B0P7-silGeq0TZffWqCORckFS3Hr2NueIDsu5ClqIdG3EQ/s1600/images+(6).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOGH3Nx3sMKi9ifkz4u8pyvwdSzci9xP_kLcZUZSX4d2rc_ooLhc6sd2_TsD3Lt7Q0pz-wMDI0Rx0GhogfFYvuW-2Mlf7w0B0P7-silGeq0TZffWqCORckFS3Hr2NueIDsu5ClqIdG3EQ/s400/images+(6).jpg" height="296" width="400" /></span></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">Yang kucintai guruku…..</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Sebelum aku jalankan goresan pena ini, aku ingin melisankan kalimat
dengan pena dan selembar kertas sebagai saksinya. <i>Sejujurnya aku mencintaimu
dan menyayangimu sepenuh hati.</i> <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Yang kucintai guruku…..<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Keterbatasanku, menjadikan aku mengenalmu sebatas manusia yang
selalu berdiri di depan kelas dengan gagahnya. seperti engkau mengetahui segala
hal yang tidak aku ketahui. Sehingga aku mengejar keingintahuanku, dengan
selalu mengikuti apa yang kau tunjuk. Anda berbicara tentang angka-angka,
bahasa, alam dan isinya, ekonomi, politik, budaya, pancasila, budi pekerti,
agama, kesehatan, bahkan hingga hal-hal yang aku sendiri sampai kesulitan
memahaminya. Sikap-sikap anda membuat pikiran ini seolah andalah yang paling
benar. Dan aku harus menjadi mesin recorder tanpa ambang batas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Yang kucintai, guruku….<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Maafkan aku jika aku memberanikan diri bertanya kepada anda. Entah ini
terlalu berat atau bahkan akan menyakiti perasaan anda. Tapi aku harus mengejar
keingintahuanku sebagaimana nasihat Einstein (kejarlah keingintahuanmu jika
ingin sukses) yang telah anda sampaikan.<i>
“Apakah semua yang anda ajarkan hanya berlaku di dalam ruangan kelas 4 x 5
meter ini?”</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Sekali lagi maafkan aku wahai guruku…<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pertanyaan ini ku lontarkan karena aku bingung menggunakan semua
yang anda ajarkan. anda bertutur dengan penuh percaya diri tentang etika. Aku terkesima
dan bangga, lalu kenapa setelah melangkah keluar dari kelas, anda menabrak
etika itu dengan senyum tak berdosa? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Andapun berteriak tentang pentingnya tanggung jawab. Lalu kenapa dihadapan
orang tuaku anda selalu mengatakan aku lemah dan bodoh saat aku dan yang
lainnya tidak lulus dalam ujian semesterku?<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Anda tekankan kepadaku dan semua teman kelasku betapa pentingnya
shalat tepat waktu daripada yang lainnya. Lalu kenapa saat aku bergegas ke
mushalla sekolah, anda malah asyik senyum di depan laptopmu seolah tidak ada
suara adzan menghampiri?<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Anda berbicara tentang keadilan dan keikhlasan berbagi, lalu kenapa
tega menyakitiku dengan menempel jadwal Les Privat beserta nominal uang yang
harus dibayar? Bukankah anda tahu bahwa di kelasku, aku dan beberapa temanku
tidak mampu membayar? Apakah Anda ingin
memisahkan kami dari kelompok yang kaya? </span><span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Anda menulis serangkaian rumus-rumus dan contoh soal di papan
tulis. Di mana bisa aku gunakan itu semua ketika aku di masyaraktku? </span><span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Anda tulis teori-teori biologi dan rumus kimia. Kapan dan di mana
harus ku gunakan? </span><span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bukankah aku sudah pernah bertanya kepada anda wahai guruku? Tapi jawaban
yang ku terima hanyalah “suatu saat nanti akan kalian gunakan”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Maafkan aku wahai guruku, bila ini begitu berat tuk dijawab..<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Tapi aku sendiri seperti anak ayam yang kehilangan induk mencari
tauladan. Dan yang paling menyakitiku adalah, ketika aku melihat anda duduk
ditemani botol-botol hijau berbau menyengat. Anda tunjukan kepada semua
masyarakat bahwa yang anda lakukan adalah kebenaran atas nama hak asasi. </span><span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku mulai berfikir bahwa aku harus mengumpulkan semua teman-temanku.
Lalu aku beli alat pelindung yang bisa menyaring semua yang telah engkau
berikan. Meski aku sadar bahwa tidak ada di zaman ini yang menjual alat seperti
itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Yang kucintai guruku…..<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Tahukah kenapa di hari itu aku berdiri tegak di depan pintu kelas
menunggu kedatangan anda? Itu karena aku ingin memastikan tulisan yang tertulis
di dada kanan anda. Akhirnya aku memahami bahwa anda bukanlah guru. tapi anda
sebatas manusia dengan nama yang anda peroleh dari orang tua anda, serta
singkatan gelar yang aku sendiri tidak mau memikirkannya.<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Maafkan aku jika kata-kata ini melukai anda. Tapi sungguh aku tidak
bermaksud begitu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa <i>“kasihanilah kami sebagai
orang yang ingin tahu dan memiliki hak-hak sebagai manusia yang ingin menjadi
lebih baik”</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Yang kucintai guruku…<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Ketika surat ini di hadapan mata anda, mungkin aku sedang duduk
manis di luar untuk menjadikan alam sebagai sekolah, berusaha menggunakan apa
yang telah aku baca selama satu tahun di sekolah sebagai bekal agar aku bisa
berdialog dengan alam dan isinya. Aku ingin berhenti sekolah. Sekolah sudah
tidak sesuai antara apa yang aku keluarkan dengan apa yang aku dapatkan. Semoga
ketika aku sudah tidak ada di sekolah, anda lebih bisa digugu dan ditiru..<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Salam cinta dan sayang dari muridmu yang lemah dan bodoh….<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">SAMSUN HIDAYAT</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-39834021347478332532013-03-01T10:56:00.000-08:002013-03-02T09:16:34.091-08:00OKNUM BUKAN GURU<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1r0EpXRcAIU4cqbBANFoSsvr6x2btJmex1cJ2b-J39NY_xRguVR9uyjJAz2UF9YYUfjh1_hxF_PTTT6qGz7lQYUwt1ElU-bPslTbGpv1aNAW8puzgesWFeCyYRUibgIYN-7iG5KAkzAU/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1r0EpXRcAIU4cqbBANFoSsvr6x2btJmex1cJ2b-J39NY_xRguVR9uyjJAz2UF9YYUfjh1_hxF_PTTT6qGz7lQYUwt1ElU-bPslTbGpv1aNAW8puzgesWFeCyYRUibgIYN-7iG5KAkzAU/s320/images.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Arial;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">“Pahlawan
tanpa tanda jasa”</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"> siapa yang
tidak kenal profesi dengan istilah ini. Setiap orang justru berebut untuk
menjadi guru hanya karena ingin istilah itu melekat di hatinya. Iya, dulu
sekali, hal tersebut begitu hebat. Suatu gelar yang dibuat untuk mengajarkan
semua orang khususnya pendidik dalam melaksanakan tugas profesinya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tentang betapa pentingnya suatu keikhlasan dan
pengabdian. Dilanda carut marut nya iklim sosial dan budaya, serta politik karena
dorongan krisis moneter sebelum 1998, menjadikan sendi-sendi kehidupan semakin
sulit difahami sebagai kodratnya. Hingga kini, trauma multidimensi yang kian
enggan menemukan cahaya perubahan menyebabkan masyarakat semakin tidak bisa
membedakan sejatinya sesuatu. Tidak terkecuali dalam memandang guru sebagai
suatu profesi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Dalam
Undang –undang dikatakan bahwa:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama <b>mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi</b>
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.</span></i></div>
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Terlepas
dari definisi undang-undang, Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah
pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan
perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan
kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan
memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik. Tetapi, beberapa dasawarsa
terakhir, konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser.
Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap
integritas seseorang <a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5978612763690630006" name="more"></a>yang berkaitan dengan produktivitas
ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan
dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian
mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam
perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema
eksistensial.</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Citra merupakan gambaran, rupa,
gambaran yang dimiliki mengenai orang banyak, mengenai pribadi, organisasi atau
produk, kesan mental yang ditimbulkan oleh sebuah kata, fase atau kalimat dan
merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa untuk <a href="http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/11/evaluasi-kurikulum.html" target="_blank"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">evaluasi</span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Guru merupakan seorang yang harus
digugu dan harus ditiru oleh semua muridnya. Harus di gugu artinya segala
sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini
sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan yang datang
dari guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau
diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi
suri tauladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berfikir, cara bebicara,
hingga cara berprilaku sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru
seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.
Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting,
selain tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Guru
profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk
multidimensional guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi
kriteria administratif, akademis dan kepribadian.</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Slogan pahlawan tanpa tanda jasa
senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya
yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap
kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok
panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung
jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan
keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan
ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak
langsung. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Hal ini membuat citra seorang guru
di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia. Djamin
(1999) mengemukakan citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik
dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang
profesi ideal dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja. Citra guru ini tercermin
melalui:</span></div>
<ul type="disc">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Keunggulan mengajar,</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Memiliki hubungan yang harmonis
dengan peserta didik, dan</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Memiliki hubungan yang harmonis
pula terhadap sesama teman seprofesl dan pihak lain baik dalam sikap
maupun kemampuan profesional.</span></li>
</ul>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dari
sudut pandang peserta didik, citra guru ideal adalah seseorang yang senantiasa
memberi <a href="http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/05/motivasi-belajar-siswa.html"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">motivasi
belajar</span></a> yang mempunyai sifatfsifat keteladanan, penuh kasih sayang,
serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan. Dalam pandangan
masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya
mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi,
naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum
lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. <br />
Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif
merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak
ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang)
muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik
dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Salah satu bangsa modern yang menghargai
profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang
bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Lalu
saat ini masyarakat kita selalu disugukan dengan berbagai berita yang
menjadikan guru sebagai profesi dipandang sangat rendah. Dari kasus
pemerkosaan, pencabulan, korupsi, penipuan hingga perampokan pun seolah seperti
guru menggilir perbuatan tercela. Sebagai seorang pendidik, terkadang saya
begitu malu untuk keluar dan menampakkan wajah ke lingkungan sekitar ketika
menyaksikan pemberitaan media yang begitu nyata. Belum lagi kejahatan yang
terjadi di sekitar lingungan kita masing-masing yang menyeret nama Guru untuk
lagi lagi ikut terlibat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Apakah
ketika anas urbaningrum menjadi tersangka, lantas HMI itu juga sarang koruptor?
Atau ketika Presiden PKS dikaitkan dengan sapi, lalu PKS adalah wadah penampung
sapi? Tentu tidak, mereka hanyalah Oknum oknum yang tidak mengerti bahwa di
pundak mereka melekat tanggung jawab dan amanah orang lain. Begitu juga Guru,
pelaku kriminalitas bukanlah Guru melainkan Oknum dengan nama masing-masing
sebagai identitasnya. Maka sepatutnya yang menyadari dirinya ebagai seorang
guru atas panggilan hai dan Nuraninya, tentu akan menyedari betapa penting guru
bagi kemajuan bangsa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>==================Majulah dan jayalah GURU
Indonesia!!!!==================</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5978612763690630006.post-27374464569464728412013-03-01T05:02:00.000-08:002013-03-02T09:17:01.544-08:00PENDIDIKAN GAGAL MENGEMBAN PERAN SEBAGAI SISTEM PERINGATAN DINI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEip0erEYztrKJbLgFATpjq0YjFVOnLoabWekolz0ld0Bv7RT_LQ1i6_LsUi0_5pFgEWL3sQN83VMRt7aYAZKw9eHMjG-B9aD4KCj8-WYD07uf5Nt5KPxKNOhjsCS6rUbyXlK8msIWPEJGg/s1600/tawuran.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEip0erEYztrKJbLgFATpjq0YjFVOnLoabWekolz0ld0Bv7RT_LQ1i6_LsUi0_5pFgEWL3sQN83VMRt7aYAZKw9eHMjG-B9aD4KCj8-WYD07uf5Nt5KPxKNOhjsCS6rUbyXlK8msIWPEJGg/s400/tawuran.jpg" height="289" width="400" /></a></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Arial;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Bangsa ini telah melahirkan arsitek, seniman, dan ilmuwan besar
yang tidak pernah mengenal sistem pendidikan yang dengan congkak kita sebut
modern ini. Saya pikir anak-anak jalanan yang sering kita temui di perempatan
jalan tidak menyadari bahwa mereka </span></i><i><b><span style="font-size: 12.0pt; font-style: normal; line-height: 150%; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">blessed in disguise</span></b></i><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">, tidak harus terbunuh kreativitasnya di sekolah-sekolah yang
menakutkan, dan membosankan. Jika kita tidak terlalu bebal atas kesalahan sistematik
ini, niscaya bangsa ini telah melahirkan <b>Ronggowarsito</b> dan <b>Raden
Saleh muda</b> yang menciptakan berbagai keajaiban dunia (Daniel Rasyid)</span></i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kreativitas
yang tercover dalam kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Sehingga
wajar jika pendidikan merupakan bidang yang menjadi tulang punggung pelaksanaan
pembangunan nasional.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Tujuan
pendidikan khususnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di Indonesia adalah
membentuk manusia seutuhnya yang pancasilais, dimotori oleh pengembangan
afeksi. Tujuan khusus ini hanya bisa ditangani dengan penyelenggaraan
pendidikan yang memakai konsep sistem. Pendidikan sebagai sistem terbuka yang holistik,
sistematis, dan berkorelasi antara bagian-bagian di dalamnya, semakin sulit
berkembang. Perkembangan ilmu pendidikan sebagai bagian dari pendidikan Indonesia
yang utuh, semakin tertahan oleh karena kurangnya penelitian-penelitian
empiris. Selain itu, sistem pendidikan yang prosesnya terlihat kabur dalam
konteks mencapai tujuan, disebabkan oleh hal mendasar yaitu filsafat pancasila sebagai
azas pendidikan belum tuntas dijabarkan kedalam pendidikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Mencapai
tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik yang tertulis dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) maupun Undang-Undang Republik
Indonesia (UURI) menjadi pekerjaan yang sangat tidak efektif, menyita tenaga
dan beban pembiayaan yang tinggi. Terbukti dari jungkir balik nya kurikulum
pendidikan yang tidak pernah sampai pada tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Kurikulum-kurikulum kemudian selalu menjadi kambing hitam yang
dikutuk dan dihina hanya karena ulah praktik pendidikan yang tidak pernah
mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan. Selama ini, praktik pendidikan yang
terjadi sebagian besar hanya mengembangkan kognisi peserta didik ditambah
dengan sejumlah psikomotor. Sementara pengembangan afeksi hampir terabaikan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span class="fullpost">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Penjelasan
dari praktik yang tidak benar tersebut, terjawab ketika kita melihat kenyataan bahwa
peserta didik dan para orang tua yang ingin agar anak-anak dan pemuda naik
kelas dan dapat meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk
maksud tersebut, maka harus mengikuti tes dan ujian masuk. Alat evaluasi yang
disediakan hampir seluruhnya mengukur kognisi. Maka sekolah dan lembaga
pendidikan formal lainnya menekankan pendidikan pada pengembangan kognisi agar
disenangi oleh masyarakat. Pendidikan sebagai sistem yang di dalamnya terdapat
sekolah, guru, dan komponen-komponen serta dipengaruhi oleh masyarakat dan
lingkungan sebagai suprasistem, sangat lemah dalam memahami tujuan pendidikan.
Maka janganlah heran jika sebagian besar Guru, sekolah, serta elemen-elemen
dalam sistem pendidikan menutup mata atas tujuan yang telah ditetapkan
pemerintah. Parahnya adalah sebagian besar dari mereka benar-benar tidak
memahami dan memaknai tujuan pendidikan yang ditulis dalam peraturan pemerintah
No 19 tahun 2005 dan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Salah
satu ide pendidikan karakter yang yang dicetuskan belum lama ini diharapkan
mengurangi masalah moral dan keterpurukan karakter bangsa, justru memberikan
lahan baru kepada oknum-oknum yang hobi membuat proyek mengatasnamakan
perbaikan pendidikan. Kini ide tersebut seperti mahluk gaib yang entah di mana
keberadaannya. Karakter mana yang ingin diintegrasikan ke dalam kurikulum? Jika
jawabannya adalah karakter pancasila, maka apakah pancasila telah dijabarkan
sedmikian rupa kedalam kurikulum dan filsafat pendidikan umumnya? Jika
jawabannya adalah kearifan lokal, maka sentralisasi pendidikan yang telah
ditetapkan selama ini menjadi rintangan dalam efektifitas praktik pendidikan di
tataran lokal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Alhasil,
kita selalu menjadi bangsa yang selalu disibukkan dengan berbagai bencana sosial,
ekonomi, budaya, politik, yang dipicu oleh krisis moneter. Dengan kata lain,
krisis multi-dimensi begitu terasa hingga saat ini sebagai trauma multidimensi.
Bencana bercorak Indonesia ini hanya bisa diantisipasi dengan menghadirkan
filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia. Sehingga
pendidikan sebagai sebuah sistem akan mampu menjadi sistem peringatan dini
(early warning system) dalam meningkatkan kualitas SDM menuju pembangunan
Indonesia yang lebih baik.</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12768884174467783053noreply@blogger.com0