Pendidikan
Indonesia yang sedang men-stapaki dua judul kurikulum (KTSP dan K-13) sedang
berusaha mencari titik temu menuju pendidikan yang mencerdaskan, membebaskan,
mencerahkan, dan menyadarkan. Salah satu target pendidikan yang paling penting
yaitu generasi Indonesia yang berkualitas dan “sukses” dalam “mengendarai”
kehidupannya. Kesuksesan merupakan harapan semua orang dan dijadikan
“primadona” khususnya bagi anak-anak Indonesia. Kesuksesan diraih melalui suatu
harapan yang mencakup tujuan, sasaran atau impian yang hendak diwujudkan
bernama cita-cita. Kenapa cita-cita? Karena saat ini, masih ada sebagian besar
anak-anak di pelosok Indonesia termasuk di NTB seperti “katak dalam tempurung”
yang dibatasi “kegelapan” bercita-cita, bahkan berada dalam “kotak kaca sempit”
yang tak mampu berbuat banyak melihat harapan besar di “atap” awan.
Tentang
Cita-Cita
Gantunglah
cita-cita mu setinggi langit – pribahasa ini merupakan harapan yang selalu
ditanamkan pada anak-anak usia sekolah dasar di Indonesia. Meskipun masih ada
yang tidak memahami “apa itu cita-cita?” tapi mereka memiliki harta “Aku ingin
menjadi..” yang merupakan “saudara kembar” cita-cita. Semua orang yang sukses
di bidang apapun selalu didahului oleh cita-cita. Tidak ada satupun kesuksesan
yang terjadi secara kebetulan kecuali “koruptor”. Sehingga anak-anak Indonesia
sangat perlu memiliki cita-cita sejak dini agar memiliki rencana yang baik
serta semangat tinggi dalam belajar untuk meraih cita-cita tersebut. Ada
beberapa hal yang menurut saya, cita-cita itu sangat diperlukan anak Indonesia;
pertama, memberikan mereka harapan. Harapan untuk menjadi seseorang yang
ditauladani melebihi sosok power rangers
yang hanya bisa membuat mereka berkhayal. Kedua, mengenal alam sekitar. Mereka
bisa membayangkan alam yang ramah, bersahabat, yang ada di sekitar untuk
digunakan menembus batas “kegelapan” meskipun berada jauh di sudut-sudut
Negeri. Ketiga, semagat belajar. Cita-cita akan memberi semagat belajar yang
tinggi untuk menjadi anak berprestasi. Karena mereka selalu beranggapan bahwa
hanya orang yang berprestasi yang bisa mencapai cita-citanya. Keempat, karakter
yang kuat. Harapan untuk menjadi sesorang yang ditauladani secara langsung akan
memberikan kebiasaan untuk meniru dan mencintai apa yang yang dia sukai
(tauladan). Serta masih banyak hal lain yang bernilai positif bagi anak-anak
Indonesia melalui cita-cita. Sehingga menurut saya sangat perlu mereka memiliki
cita-cita dengan mengenal banyak profesi. Karena “miskin” nya referensi
cita-cita berakibat pada rendahnya cita-cita bagi anak-anak NTB. Hal tersebut
terbukti ketika mereka diminta untuk menyebutkan cita-cita, jawabannya hanya
presiden, pilot, dokter, guru, kepala dusun, tukang ojek, serta menjadi
orang-orang yang ada di sekitar mereka. Di sinilah peran penting setiap profesi
harus meluangkan waktu untuk mengenalkan diri kepada anak-anak NTB serta
memberi inspirasi di pelosok-pelosok negeri agar mata mereka (anak-anak NTB)
terbuka dalam melihat masa depan yang lebih cerah.
Relawan
Kelas Inspirasi
Beberapa
hari lalu kelas inspirasi mendarat di Lombok. Puluhan relawan dari berbagai
profesi seperti Dosen, Musisi, Fotografer, Lawyer,
Wartawan, Penyiar radio, Geologist, Entrepreneur dan lain-lain yang tersebar di seluruh
Indonesia mengambil cuti sehari untuk memberikan inspirasi kepada anak-anak
sekolah dasar di pelosok NTB. Bahkan ada dari mereka yang bekerja di luar
negeri mengambil cuti untuk sehari mengajar dan memberikan inspirasi. Kelas
inspirasi merupakan salah satu bagian dari Gerakan Indonesia Mengajar. Yaitu sehari mengajar oleh berbagai profesi
dengan tujuan mengenalkan diri dan profesinya kepada anak-anak NTB dan
menginspirasi anak-anak agar menjadi apapun yang mereka inginkan. Sehingga
anak-anak NTB tidak hanya bercita-cita menjadi presiden, guru, kepala dusun,
bahkan tukang ojek. Kelas inspirasi memberikan kekayaan referensi bagi
anak-anak NTB untuk bercita-cita sekaligus mengenal cita-cita. Yang menarik
adalah kenyataan bahwa masih ada bahkan sangat banyak orang-orang di Indonesia
yang rela tanpa dibayar (bahkan mereka memberi) untuk berjalan 3 km sampai
dengan 4 km menuju sekolah-sekolah terpencil di pelosok NTB demi masa depan
anak-anak Indonesia yang lebih cerah. Lalu bagaimana dengan
professional-profesional di NTB? Pertanyaan ini lahir karena dari sekian banyak
relawan, hanya ada segelintir orang dari NTB.
Gerakan
Masif
Kegiatan
kelas Inspirasi di seluruh Indonesia khususnya yang baru saja selesai di
Lombok, berusaha “menggedor” hati semua orang untuk peduli pendidikan.
Pendidikan yang kita ketahui sebagai tanggung jawab semua orang seharusnya
“benar-benar” mampu diimplementasikan dalam suatu aksi nyata menurut kemampuan masing-masing.
Selain kemampuan, yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan. Kemauan untuk
peduli dan berbagi untuk kemajuan pendidikan NTB. Saya berusaha ber-khusnudzon terhadap semua professional
di NTB bahwa ketidakikutsertaan mereka menjadi relawan karena kurangnya
informasi. Sehingga menurut saya ada dua langkah penting yang bisa kita lakukan
untuk menginspirasi anak-anak NTB dalam bercita-cita yaitu: pertama, mengikuti
kelas inspirasi berikutnya yang diselenggarakan oleh panitia kelas inspirasi.
Kedua, pemimpin NTB membuat gerakan sendiri yang rutin dan massif secara
sistematis untuk menggerakkan semua professional agar menyempatkan diri sehari
mengajar dan menginspirasi anak-anak NTB. Gerakan massif ini bahkan bisa
dibudayakan menjadi suatu rutinitas sebagai bentuk balas jasa kepada guru,
yaitu dengan membantu guru membentuk cita-cita anak-anak NTB yang lebih baik.
Sehingga semua professional yang ada di NTB
mengenal, merasakan, dan bahkan juga (bisa) terinspirasi dari anak-anak
tentang wajah-wajah Indonesia yang berada jauh di tempat gelap dari masa depan.
Pada
akhirnya saya hanya berharap bahwa beberapa tahun kemudian, akan lahir
generasi-generasi emas NTB dari inspirasi-inspirasi professional melalui
kegiatan sehari mengajar. Tidak bisa kita pungkiri bahwa cita-cita selalu
berubah dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Cita-cita yang dimiliki anak
biasanya berubah seiring waktu, SD ingin jadi presiden, SMP ingin jadi dokter,
SMA ingin jadi guru. Tapi satu hal yang tidak akan pernah berubah dengan
memiliki cita-cita yaitu semangat belajar dan keinginan berprestasi tinggi.
Sehingga saya ingin mengajak diri dan semua kita untuk mari cuti sehari untuk
mengajar, karena sehari mengajar seumur hidup bisa menginspirasi.
0 comments:
Post a Comment