Yang kucintai guruku…..
Sebelum aku jalankan goresan pena ini, aku ingin melisankan kalimat
dengan pena dan selembar kertas sebagai saksinya. Sejujurnya aku mencintaimu
dan menyayangimu sepenuh hati.
Yang kucintai guruku…..
Keterbatasanku, menjadikan aku mengenalmu sebatas manusia yang
selalu berdiri di depan kelas dengan gagahnya. seperti engkau mengetahui segala
hal yang tidak aku ketahui. Sehingga aku mengejar keingintahuanku, dengan
selalu mengikuti apa yang kau tunjuk. Anda berbicara tentang angka-angka,
bahasa, alam dan isinya, ekonomi, politik, budaya, pancasila, budi pekerti,
agama, kesehatan, bahkan hingga hal-hal yang aku sendiri sampai kesulitan
memahaminya. Sikap-sikap anda membuat pikiran ini seolah andalah yang paling
benar. Dan aku harus menjadi mesin recorder tanpa ambang batas.
Yang kucintai, guruku….
Maafkan aku jika aku memberanikan diri bertanya kepada anda. Entah ini
terlalu berat atau bahkan akan menyakiti perasaan anda. Tapi aku harus mengejar
keingintahuanku sebagaimana nasihat Einstein (kejarlah keingintahuanmu jika
ingin sukses) yang telah anda sampaikan.
“Apakah semua yang anda ajarkan hanya berlaku di dalam ruangan kelas 4 x 5
meter ini?”
Sekali lagi maafkan aku wahai guruku…
Pertanyaan ini ku lontarkan karena aku bingung menggunakan semua
yang anda ajarkan. anda bertutur dengan penuh percaya diri tentang etika. Aku terkesima
dan bangga, lalu kenapa setelah melangkah keluar dari kelas, anda menabrak
etika itu dengan senyum tak berdosa?
Andapun berteriak tentang pentingnya tanggung jawab. Lalu kenapa dihadapan orang tuaku anda selalu mengatakan aku lemah dan bodoh saat aku dan yang lainnya tidak lulus dalam ujian semesterku?
Anda tekankan kepadaku dan semua teman kelasku betapa pentingnya
shalat tepat waktu daripada yang lainnya. Lalu kenapa saat aku bergegas ke
mushalla sekolah, anda malah asyik senyum di depan laptopmu seolah tidak ada
suara adzan menghampiri?
Anda berbicara tentang keadilan dan keikhlasan berbagi, lalu kenapa
tega menyakitiku dengan menempel jadwal Les Privat beserta nominal uang yang
harus dibayar? Bukankah anda tahu bahwa di kelasku, aku dan beberapa temanku
tidak mampu membayar? Apakah Anda ingin
memisahkan kami dari kelompok yang kaya? Anda menulis serangkaian rumus-rumus dan contoh soal di papan
tulis. Di mana bisa aku gunakan itu semua ketika aku di masyaraktku? Anda tulis teori-teori biologi dan rumus kimia. Kapan dan di mana
harus ku gunakan? Bukankah aku sudah pernah bertanya kepada anda wahai guruku? Tapi jawaban
yang ku terima hanyalah “suatu saat nanti akan kalian gunakan”
Maafkan aku wahai guruku, bila ini begitu berat tuk dijawab..
Tapi aku sendiri seperti anak ayam yang kehilangan induk mencari
tauladan. Dan yang paling menyakitiku adalah, ketika aku melihat anda duduk
ditemani botol-botol hijau berbau menyengat. Anda tunjukan kepada semua
masyarakat bahwa yang anda lakukan adalah kebenaran atas nama hak asasi. Aku mulai berfikir bahwa aku harus mengumpulkan semua teman-temanku.
Lalu aku beli alat pelindung yang bisa menyaring semua yang telah engkau
berikan. Meski aku sadar bahwa tidak ada di zaman ini yang menjual alat seperti
itu.
Yang kucintai guruku…..
Tahukah kenapa di hari itu aku berdiri tegak di depan pintu kelas
menunggu kedatangan anda? Itu karena aku ingin memastikan tulisan yang tertulis
di dada kanan anda. Akhirnya aku memahami bahwa anda bukanlah guru. tapi anda
sebatas manusia dengan nama yang anda peroleh dari orang tua anda, serta
singkatan gelar yang aku sendiri tidak mau memikirkannya.
Maafkan aku jika kata-kata ini melukai anda. Tapi sungguh aku tidak
bermaksud begitu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa “kasihanilah kami sebagai
orang yang ingin tahu dan memiliki hak-hak sebagai manusia yang ingin menjadi
lebih baik”
Yang kucintai guruku…
Ketika surat ini di hadapan mata anda, mungkin aku sedang duduk
manis di luar untuk menjadikan alam sebagai sekolah, berusaha menggunakan apa
yang telah aku baca selama satu tahun di sekolah sebagai bekal agar aku bisa
berdialog dengan alam dan isinya. Aku ingin berhenti sekolah. Sekolah sudah
tidak sesuai antara apa yang aku keluarkan dengan apa yang aku dapatkan. Semoga
ketika aku sudah tidak ada di sekolah, anda lebih bisa digugu dan ditiru..
Salam cinta dan sayang dari muridmu yang lemah dan bodoh….
SAMSUN HIDAYAT
3 comments:
Great!
terimakasih..sekedar menulis pengalaman pribadi...
Aisyah...
itulah kelemahan sistem penjaringan guru Indonesia. tes CPNS begitu tidak representatif mengukur kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh GURU.
Post a Comment