“Saya bukannya
pintar, boleh dikatakan hanya bertahan lebih lama menghadapi masalah”.
~Albert Einstein
~Albert Einstein
Pada
kesempatan lain pun, seorang Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau akrabnya
Jokowi, mengutarakan kunci sukses pada sebuah stasiun TV Swasta dengan bahasa
yang sangat sederhana. “Sukses itu tidak ada teorinya, ketika kamu ingin
sukses, coba sesuatu, lalu kamu gagal, coba lagi, gagal lagi, coba lagi dan
terus coba sampai kamu sukses”
Dua
tokoh di atas merupakan beberapa contoh orang yang tekun dalam mengejar sukses.
Saya tidak ingin mengutarakan definisi tekun. Contoh di atas bisa memberikan
gambaran jelas kepada Anda semua bahwa seperti itulah kira-kira ketekunan. Jika
Anda pernah melihat pohon pisang, Anda bisa melihat seperti itulah tekun. Pohon
pisang tidak pernah berhenti bertunas hingga berbuah. Tekun juga seperti itu,
ketika kita ingin menjadi sesuatu atau ingin berhasil mendapatkan apa yang kita
inginkan, maka kita tidak boleh putus asa dan berhenti ketika bertemu dengan
masalah dan tantangan, justru kita harus tetap berusaha dan terus berusaha.
Dalam
belajar, baik sebagai mahasiswa ataupun siswa, ketika kita mendapatkan sebuah
tugas atau pekerjaan rumah dari guru ataupun dosen, kita senantiasa pernah bertemu dengan
kebuntuan. Sebagian dari kita akan merasa malas dan berhenti untuk melanjutkan,
dan sebagian lagi akan terus berusaha hingga menemukan jawaban. Dua sikap ini
akan menjadi pilihan dalam menyelesaikan tugas. Ketika kita mengalami kebuntuan
dalam mengerjakan tugas, beberapa dari kita selalu dimanjakan dengan kebiasaan
buruk dan hati kita berkata “Ah,, besok saja dikerjakan di sekolah atau di kampus,
saya bisa nyontek pekerjaan teman-teman yang sudah selesai”. Pernahkah kita
berfikir sejenak, jika semua teman-teman kelas kita berfikir hal yang sama
dengan apa yang kita fikirkan, maka kita akan selalu menjadi terbelakang. Atau
meskipun kita copy paste pekerjaan teman kelas, siapa yang menjamin bahwa hasil
pekerjaan teman kita benar dan tidak menyesatkan. Di sinilah kita membutuhkan
ketekunan. Tekun dimulai dari hal yang sederhana. Menyelesaikan hal-hal yang
kecil sebelum kita berhadapan dengan hal yang besar.
Ketika
Anda bertemu dengan kejenuhan atau kebuntuan bahkan masalah dalam menyelesaikan
suatu tugas, Anda tidak boleh berhenti !!!. Tapi cara yang terbaik adalah Anda
istirahat sejenak, mencari inspirasi, motivasi, refresh, lalu kembali
menyelesaikan tugas Anda. Seperti katanya para pejuang “Kita mundur bukan
karena menyerah, melainkan kita istirahat untuk kembali melanjutkan perjuangan”
Jika
bertemu dengan kebuntuan ketika mengerjakan tugas atau PR dari guru dan Dosen, kita harus lawan hingga sampai
kepada suatu jawaban dan hasil, setelah itu
nikmati bagaimana rasanya? Memuaskan bukan?.
Berhasil dalam menyelesaikan tugas oleh usaha kita sendiri rasanya seperti kita
baru saja berhasil memindahkan gunung. Dan pada saat itu, kita akan merasa
bahwa kita adalah satu-satunya yang berhasil. Semangat akan tumbuh dan dengan
mudah, kita akan berkata “Apakah ada yang lebih sulit dari ini lagi?”
Ketekunan
merupakan sifat luhur yang mulai langka di zaman modern ini. Ketekunan
seseorang bisa dilihat dari bagaimana cara orang tersebut menghadapi kegagalan
yang tidak terelakan. Mungkin ada benarnya sebuah ungkapan yang mengatakan
bahwa kegagalan itu adalah awal dari kesuksesan. Karena meraih sukses itu tidak
mungkin tanpa hambatan dan tantangan.
Jika Anda menginginkan sesuatu, maka cobalah. Anda
takut gagal? Semua orang pastinya pernah gagal. Hanya orang yang tidak pernah
mencoba yang tidak pernah gagal. Justru di sinilah ketekunan kita akan diuji.
Atau Anda ingin mengikuti jejak orang-orang gagal terdahulu. Jika Anda ingin
tekun, maka Anda harus sadar dan yakin serta siap untuk gagal. Karena banyak
orang di zaman ini yang tidak siap sewaktu harus menghadapi kesulitan dan
kegagalan. Tidak adanya ketekunan dalam diri menyebabkan orang-orang menyerah
begitu saja. Menurut pengamatan Morley Callaghan, dia mengatakan bahwa “Begitu
banyak orang mengatasi kegagalannya dengan cara merusak diri sendiri, Mereka
terus menerus mengasihi diri sendiri, menyalahkan semua orang, merasa getir,
dan menyerah”.
Tekun
adalah kata yang sangat mudah diucapkan tetapi begitu sulit untuk dipraktikkan.
Satu-satunya cara untuk mengawali ketekunan adalah kita harus memiliki
keyakinan yang kuat atas apa yang kita inginkan. Jika kita sudah yakin, maka
kita pun akan berusaha dan bertahan dengan sungguh-sungguh terhadap apa yang
kita yakini. Keyakinan yang kuat akan membuat kita semakin kuat mengahadapi
masalah dan kegagalan. Dengan keyakinan kuat, kita akan memandang bahwa semua
masalah dan kegagalan pasti memiliki hikmah. Apa hikmahnya? Orang yang belajar
dari kegagalan akan memperoleh pemahaman yang lebih, serta akan lebih siap.
Karena kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal dan tidak menyebabkan orang
terpuruk selama-lamanya.
Mencoba
bangkit setelah mengalami kegagalan memang tidak selalu mudah. Kadang-kadang
kita dihadapkan pada masalah yang mustahil diatasi, sehingga kita akan merasa
kewalahan, jenuh, malas, dan hilang semangat. Tapi ingat, selama ada keyakinan yang kuat,
masalah dan gagal pasti akan bisa kita lewati. Seperti lirik sebuah lagu “Badai
pasti berlalu”. Memang begitulah kenyataannya.
“Saya
seorang mahasiswa, bagaimana caranya agar saya bisa tekun dan berhasil dalam
kuliah?” pertanyaan ini mungkin muncul di benak anda semua saat ini. menjawab
pertanyaan ini susah-susah gampang. Saya sendiri belajar di bangku kuliah
selama Lima Tahun Tiga Bulan. Seharusnya sih cuma Empat Tahun. Tapi saya tidak
ingin menyesatkan Anda semua dengan pemikiran sesat bahwa semakin semakin lama
kuliah kita akan semakin hebat. Justru sebaliknya saya ingin menempatkan diri
sebagai sampel manusia yang tidak tekun saat kuliah. Membandingkan diri yang
tidak tekun dengan beberapa teman yang tekun ketika kuliah, pada akhirnya saya
membuat beberapa benang merah sebagai tips agar Anda tekun sebagai mahasiswa.
Pertama,
tetapkanlah tujuan yang bermanfaat dan masuk akal. Dalam hal menetapkan tujuan,
suatu hari saya pernah jalan-jalan mengelilingi kota Sumbawa, sehingga ketika
saya sampai di sebuah perempatan, saya berhenti sejenak karena kebingungan.
Melihat saya yang kebingungan, seorang Polisi yang saat itu sedang di Pos Jaga
keluar menghampiri saya. Saya langsung bertanya, “Pak, Jalan mana yang harus saya pilih?”. Dia
(Polisi) bukannya menjawab malah bertanya kembali “Memangnya kamu mau kemana?”.
Pertanyaan Polisi tersebut membuat saya malu. Akhirnya saya berpikir, dan
merenungi bahwa bagaimana mungkin kita akan memilih jalan sementara kita tidak
memiliki tujuan yang jelas.
“Saya ingin menjadi apa?” Itulah yang pertama
kali harus kita miliki. Menetapkan tujuan dari sekarang tentunya akan mulai
menentukan akan jadi apa kita kedepan. Menetapkan tujuan juga akan menetapkan apa
yang kita cintai dan kita sukai sesuai dengan kemampuan kita. Memilih sekolah,
memilih perguruan tinggi, dan memilih tempat belajar lahir setelah kita
menetapkan tujuan. Sehingga jangan heran melihat fenomena dan fakta saat ini
dimana sebagian besar wilayah di Indonesia dipenuhi oleh sarjana pengangguran.
Salah satu faktor penyebab kegagalan seseorang setelah kuliah adalah karena
mereka tidak menetapkan tujuan sebelum kuliah. Sehingga banyak dari lulusan SMA
sederajat
Kedua,
menetapkan cara atau metode untuk mencapainya. Pada tahap ini, kita akan mulai
menyusun rencana dari A sampai Z. Rencana yang kita buat merupakan alur metode
yang kita pilih untuk mencapai tujuan. Jika kita gagal membuat rencana, maka
pastinya bahwa kita telah merencanakan kegagalan. Dan yang ketiga adalah
konsisten. Muhammad SAW berpesan, “Bahwasanya Allah lebih menyukai manusia yang
melakukan hal-hal kecil tapi konsisten dari pada melakukian hal besar tapi
tidak konsisten”. Tiga metode yang telah disebutkan merupakan hasil pengkajian
dengan membandingkan apa yang ada pada mahasiswa sukses dan tidak saya miliki
pada saat kuliah.
Dari menikmati rasa ingin tahu, kemudian menanamkan
ketekunan, akan melatih otak kita untuk selalu berpikir. Otak diciptakan oleh
tuhan bukan sekedar hiasan pelengkap isi
kepala. Melainkan suatu organ yang dipenuhi dengan keajaiban dan sebagai alat
berpikir. Kenapa harus berpikir? Seorang ilmuan bernama Rene Descartes berkata
“Aku ada karena Aku berpikir”. Lalu Einstein berpesan tentang pentingnya
berpikir dengan mengatakan “Aku berpikir terus menerus berbulan-bulan dan
bertahun-tahun, Sembilan puluh Sembilan kali dan kesimpulannya salah, untuk
yang keseratus Aku benar”. Apakah kita sudah pernah berpikir sebanyak seratus
kali untuk menemukan suatu kesimpulan? Sebagai seorang siswa ataupun mahasiswa,
jarang sekali diantara kita yang mau berpikir keras tentang suatu hal. Sekali
saja kita berpikir, kita biasanya dihantam oleh perasaan malas lalu menyerah. Atau
karena memang kita sudah dimanjakan oleh kalimat “Jangan terlalu banyak
berpikir, nanti cepat tua”. Jika benar seperti itu, lalu siapa yang akan
menyelesaikan semua permasalahan yang akan kita hadapi? Siapa yang akan
bertanggung jawab terhadap masa depan kita? Siapa lagi kalau bukan kita.
Manusia bukanlah barang elektronik. Barang elektronik sejak diproduksi telah
lengkap dengan buku panduan dan keterangannya. Tapi manusia lahir hanya
berbekal akal untuk berpikir. Jika akal yang menjadi satu-satunya modal manusia
sejak awal, secara otomatis keberhasilan dan kesuksesan kita akan tergantung
dari bagaimana akal kita. Akal pun harus kita tumbuh kembangkan dengan cara
berpikir sesering mungkin.
1 comments:
Sara Wenti.
waduh...semuanya ini memang berat pak....
Post a Comment