Mar 3, 2013


Pendahuluan
Kawasan Timur Indonesia, diakui mempunyai sumberdaya alam (SDA) yang sangat melimpah. Wilayah ini sesungguhnya sangat potensial untuk menjadi kekuatan ekonomi baik pada tingkat nasional, regional, maupun internasional. Sayangnya, sumberdaya manusia yang tersedia di kawasan ini sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kemampuan masyarakat lokal masih sangat rendah dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah. Sedangkan kebijakan pembangunan di KTI masih belum sepenuhnya menempatkan SDM sebagai target dan basis pembangunan. Konsep pembangunan di KTI masih belum sepenuhnya berciri human development (pembangunan manusia), yaitu sebuah pembangunan yang berorientasi pada manusia (people center development). Salah satunya adalah pembangunan pendidikan.
Pembangunan pendidikan tidak terlepas dari adanya upaya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Ditinjau dari ketersediaan sarana pendidikan seperti jumlah sekolah dan tenaga pengajar, secara kuantitas sudah memenuhi persyaratan kegiatan pendidikan sehingga dapat berjalan secara efektif. Alokasi dana pendidikan yang rencananya pada tahun 2013 ini akan dinaikkan dari semula membuat pemerintah memeras kepala dalam efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Meskipun tidak bisa kita pungkiri bahwa masih ada yang tidak mampu sekolah di Indonesia dan khususnya di Nusa tenggara barat, tapi dengan persentase yang tidak begitu signifikan NTB setidaknya mampu membuka senyum bangga atas beberapa keberhasilan program yang telah dijadikan solusi.
NTB merupakan sebuah provinsi yang kaya akan sumberdaya alam, meskipun begitu tentu tidak akan sendirinya memberikan kemakmuran bagi warga masyarakatnya, jika sumber daya manusia (SDM) yang ada tidak mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi guna memanfaatkan sumber alamnya. Sebaliknya, beberapa contoh wilayah di luar sana begitu cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam namun memiliki manusia yang unggul. Hal ini berarti bahwa sumberdaya manusia ternyata memiliki peran penting dalam proses pemakmuran sebuah wilayah. NTB dengan PT NNT dan beberapa perusahaan tembakau seharusnya sudah mampu menjadi makmur dan sejahtera. Tapi kita harus jujur bahwa SDM kita ternyata belum siap untuk ini semua. Sehingga peningkatan SDM sebagai prioritas program di NTB memang harus kita dukung. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan NTB

Tiga Jurus Kemendikbud untuk Pendidikan 
Tantangan dunia pendidikan ke depan dipastikan semakin besar. Salah satunya adalah kebutuhan tenaga kerja terampil yang terus bertambah tiap tahunnya. Berkaca dari tahun lalu, kebutuhan tenaga kerja terampil di Indonesia mencapai 55 juta. Jika pada tahun 2030 kebutuhan tenaga kerja terampil diperkirakan naik sampai 113 juta, maka Kemendikbud dalam KOMPAS mengeluarkan tiga jurus yang diduga mampu membawa permasalahan Pendidikan menuju Cahaya yang gemilang. Mari kita pandang jurus tersebut lalu menyeretnya sebagai solusi di daerah NTB. Bisa atau tidak, belum saatnya kita menjawab. Hal ini karena kita masih belum tau secara kongkrit ketiga jurus tersebut. Di sini kita akan mencoba mengkaji langkah-langkah tersebut dengan melihat kemungkinan atau peluangnya.
Jurus yang pertama adalah meningkatkan APK atau biasa disebut sebagai Angka partisipasi kasar sekolah. APK merupakan perbandingan antara siswa dengan usia tertentu yang duduk di bangku sekolah terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut yang memiliki umur yang sama. APK menunjukan seberapa besar partisipasi sekolah suatu daerah, tetapi tidak bisa menggambarkan seberapa besar minat sekolah pada daerah tersebut. Peningkatan APK ini diharapkan akan berdampak pada berhasilnya program wajib belajar 12 tahun melalui pendidikan menengah universal, dimana Kurikulum 2013 sebagai kendaraannya. Pertanyaannya adalah apakah NTB sudah mempersiapkan diri dengan ini? Jika solusi yang dirumuskan masih bersifat klasik yaitu pendidikan gratis, beasiswa miskin, atau sarana prasarana, berarti NTB harus benar-benar sungguh-sungguh. Karena sesungguhnya, sering kali sungguh-sungguh itu berjalan dengan ketidaksungguhan.
Salah satu contoh kasus misalnya. Amri yang berasal dari sebuah desa di Sumbawa memilih berhenti sekolah ketika memasuki tahun kedua SMP. Ketika ditanya tentang alasan berhenti, dia dengan lantang mengatakan bahwa dia malas sekolah dan malas berfikir. Tentunya kasus-kasus serupa dengan yang di atas tidak serta merta diatasi dengan solusi yang sudah pernah ada.
Sungguh menarik tentang apa yang dikatakan oleh Guru Besar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Mohamad Ali. Dia  menilai, bahwa program program seperti di ats hanya berorientai pada sisi suplai. untuk membangun pendidikan harus melihat pula sisi permintaan (demand) terhadap pendidikan. Ada empat macam karakteristik aspirasi terhadap pendidikan. Pertama, kalangan yang mampu secara ekonomi dan mempunyai aspirasi yang bagus terhadap pendidikan. Kedua, yang mampu secara ekonomi, tetapi permintaan terhadap pendidikan rendah.
Ketiga, mereka yang tak mampu secara ekonomi, tetapi mempunyai aspirasi yang tinggi terhadap pendidikan. Kelompok keempat adalah mereka yang tidak berdaya secara ekonomi, sekaligus aspirasi yang rendah terhadap pendidikan.
Selama ini pemerintah khususnya NTB hanya menggarap kelompok satu dan tiga. Padahal kelompok keempat jumlahnya juga besar dan butuh perhatian. Sehingga sudah semestinya pemerintah membuat peta persoalan pendidikan terlebih lagi tentang demand pendidikan agar solusi yang ditawarkan menjadi solusi yang efektif dan efesien.
Strategi kedua adalah meningkatkan akses ke pendidikan tinggi yang mengacu pada Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam undang-undang itu disebutkan pemerintah wajib menyelenggarakan sedikitnya satu Akademi Komunitas di setiap kabupaten dan setidaknya ada satu universitas dan politeknik di tiap provinsi. Strategi kedua ini cukup bisa menjawab persoalan berjamurnya perguruan tinggi yang berorientasi bisnis dengan kualitas dan mutu simbolis di NTB. Menjamurnya perguruan tinggi swasta di NTB dari yang nyata hingga yang sifatnya Gaib dan jarak jauh selain UT menjadi ancaman bagi kualitas SDM NTB sendiri. Meski membawa alasan meningkatkan akses pendidikan, lantas bukan berarti kualitas dan kelayakan diabaikan. Jurus ketiga ini rasanya akan mendapatkan dukungan dari masyarakat jika dijalankan dengan baik. Apalagi dengan memberikan BOPTN (bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) seperti BOS pada tingkat sekolah. Serta dengan tetap menjaga kuota 20% untuk masyarakat miskin.
Strategi ketiga adalah merevisi kurikulum untuk jenjang SD, SMP, dan SMA. Kurikulum 2013 disusun untuk menyiapkan peserta didik menguasai keterampilan di abad 21 yang mengedepankan kreativitas dan keberanian melakukan inovasi. Menanggapi jurus ini tidak mudah. Selain karena belum diterapkan dan hanya masih dalam proses uji public, kurikulum ini mendapatkan pro kontra pada konteks kelengkapannya. Kurikulum yang rencananya akan mulai diterapkan pada Juli mendatang mengharuskan NTB sejak dini mempersiapkan diri dalam membuat peta permasalahan pendidikan sehingga dengan kurikulum ini, tidak terjadi istilah “apapun makanannya, minumannya tetap air putih”. Maksud  istilah tersebut adalah memberi tamparan tersendiri kepada pelaksana pendidikan formal. maksudnya adalah apapun bentuk kurikulumnya, proses belajar mengajar dalam kelas dan di sekolah tetap seperti biasa.

Semoga NTB bisa menjadi kebanggan bagi kita semua. Wallahua’lam

0 comments: